Harga minyak acuan dunia turun hingga 1,5% atau lebih dari US$ 1 per barel pada Rabu (14/2), dipicu lonjakan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS).

Minyak mentah Brent turun US$ 1,17 atau 1,4% ke level US$ 81,60 per barel, sedangkan minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 1,23 atau 1,60% ke level US$ 76,64 per barel.

Energy Information Administration (EIA) AS melaporkan bahwa persediaan minyak mentah Amerika melonjak 12 juta barel menjadi 439,5 juta barel. Lonjakan ini di atas proyeksi analis komoditas dengan peningkatan sebesar 2,6 juta barel.

“Tingkat pemanfaatan kilang turun hingga lima minggu berturut-turut pada akhir musim dingin,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho seperti dikutip Reuters, Kamis (15/2). “Kilang-kilang tetap membatasi aktivitasnya bahkan usai bangkit dari kondisi beku musim dingin yang menghambat operasi bulan lalu.”

Produksi minyak mentah kilang AS pada minggu lalu turun sebesar 298.000 barel per hari (bph) menjadi 14,5 juta bph dan tingkat pemanfaatan kilang menurun sebesar 1,8 poin persentase menjadi 80,6% dari total kapasitas.

Keduanya merupakan level terendah sejak Badai Musim Dingin Elliott yang juga menyebabkan sejumlah kilang menghentikan operasinya pada Desember 2022.

Sementara itu, ketua intelijen Kongres AS memperingatkan adanya ancaman keamanan nasional yang serius, tanpa memberikan rincian lebih lanjut, sehingga membuat takut beberapa investor minyak.

“Dengan risiko yang akan terjadi, perang dan/atau peristiwa teror di luar wilayah penghasil minyak akan memberikan dampak buruk bagi harga minyak karena perkiraan penurunan permintaan,” John Kilduff, partner di Again Capital yang berbasis di New York.

Harga mendapat dukungan dari laporan bulanan OPEC pada Selasa yang mengatakan permintaan minyak global akan meningkat sebesar 2,25 juta bph pada 2024 dan sebesar 1,85 juta bph pada 2025. Kedua perkiraan tersebut tidak berubah dari bulan lalu.

Dalam berita OPEC lainnya, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani mengadakan pertemuan dengan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, di mana ia menyoroti pentingnya koordinasi antara kedua negara untuk menjaga stabilitas pasar minyak.

Kazakhstan mengatakan pihaknya akan memberikan kompensasi dalam beberapa bulan mendatang atas kelebihan produksi minyaknya pada bulan Januari, memenuhi komitmennya terhadap pengurangan produksi OPEC+.

Faktor geopolitik juga mempengaruhi pasar minyak, termasuk konflik di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina serta berkembangnya pandangan bahwa penurunan suku bunga AS akan dimulai lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.

“Saat ini kejadian di sekitar Israel dan Gaza, serta perang Ukraina melawan Rusia, lebih membebani sentimen dibandingkan data inflasi AS yang mengecewakan,” kata analis PVM, Tamas Varga.