Harga Minyak Tembus US$ 90, BofA ramal capai US$ 95 pada Tengah Tahun
Harga minyak mentah dunia terus merangkak naik. Minyak Brent kini telah menembus level US$ 90 per barel, tepatnya US$ 91,30 pada Kamis (4/4), yang merupakan level tertingginya sejak 12 Desember 2023. Terakhir kali Brent berada di level US$ 90-an yaitu pada Oktober 2023.
Sementara itu minyak mentah Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) naik ke level US$ 87,22 per barel, juga tertinggi sejak 12 Desember 2023 di mana ketika itu WTI jatuh di bawah US$ 70 per barel, tepatnya US$ 68,85.
Kenaikan harga minyak beberapa waktu terakhir didorong oleh memanasnya tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina, dan di Timur Tengah.
Ukraina terus melancarkan serangan menggunakan pesawat nirawak ke infrastruktur energi Rusia, sedangkan perang di Timur Tengah berpotensi meluas setelah Israel menghancurkan gedung konsulat Iran di Suriah yang menewaskan beberapa jenderal.
Iran, yang merupakan produsen minyak terbesar ketiga OPEC, bersumpah akan membalas serangan Israel tersebut. Meluasnya perang di Timur Tengah ke negara-negara produsen minyak dikhawatirkan akan mengganggu pasokan dari kawasan tersebut.
Sementara itu AS secara publik mengecam Israel yang tidak memperhatikan keselamatan para relawan dan warga sipil di Gaza, Palestina. AS memperingatkan bahwa kebijakannya terkait Gaza akan ditentukan oleh sikap Israel.
“Semua faktor geopolitik tersebut terjadi secara bersamaan, mendorong sentimen bullish terhadap minyak dan tentu saja (harga juga didorong) aksi ambil untung,” kata manajer portofolio senior Altimo LLC, Frank Monkam, seperti dikutip Reuters, Jumat (5/4).
Bank of America Ramal Harga Sentuh US$ 95/Barel
Bank of America (BoA) memperkirakan harga Brent dapat menyentuh US$ 95 per barel pada musim panas tahun ini. Perkiraan puncak harga musim panas Brent sebesar US$ 95 bergantung pada ekspektasi musim panas dengan latar belakang pasokan yang lebih ketat dari perkiraan.
Melihat prospek ekonomi global yang membaik dan pengetatan persediaan, BoA memproyeksi harga rata-rata minyak Brent tahun ini mencapai US$ 86 per barel, naik 7,5% dari perkiraan sebelumnya US$ 80 per barel. Sementara untuk WTI rata-rata US$ 81 per barel atau naik 8% dari perkiraan sebelumnya US$ 75 per barel.
"Persediaan yang rendah di seluruh kompleks minyak, pemangkasan produksi OPEC+, ketegangan geopolitik, dan angka pertumbuhan ekonomi yang kuat telah membalikkan tren harga. Keadaan saat ini menunjukkan kondisi (pasokan minyak) musim panas yang lebih ketat dari yang diperkirakan," kata BoA dalam sebuah pernyataan.
Dari sisi geopolitik, BoA berfokus pada meningkatnya ketegangan geopolitik, baik itu antara AS dan Iran, Venezuela, serangan Houthi yang sedang berlangsung di rute pengiriman Laut Merah dan penargetan kilang-kilang Rusia oleh Ukraina. Di sisi domestik AS, BoA mengamati produksi minyak serpih Amerika yang dikatakan melambat.
BoA juga mengatakan bahwa pemangkasan produksi organisasi negara pengekspor minyak bumi dan sekutunya (OPEC+) telah mendorong para spekulan untuk menggelontorkan sejumlah besar uang investasi ke dalam minyak.
Pada prospek ekonomi global, BoA mengatakan bahwa mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat akan menopang pasar minyak dalam dua kuartal berikutnya di tahun ini.
Senada SVP Rystad Energy dan Kepala Direktur Riset Makro Minyak Global & Amerika Utara, Claudio Galimberti, mengatakan bahwa pemangkasan OPEC+ dan ketegangan geopolitik dapat menyebabkan harga minyak mencapai tiga digit.
“Karena pemangkasan OPEC telah menciptakan defisit yang sangat besar, sementara permintaan masih kuat,” kata dia.