Nilai investasi Pertamina (Persero) pada 2023 mencapai US$ 6,3 miliar atau sekitar Rp 102 triliun. Angka ini meningkat 35% dibandingkan 2022 yang hanya US$ 4,6 miliar.
“Pertamina pada akhir 2022 dan awal 2023 mulai mendelegasikan kewenangan investasi dapat dilakukan di level subholding dengan jumlah mencapai US$ 500 juta,” kata Wakil Direktur Pertamina Wiko Migantoro di Jakarta, Rabu (12/6).
Pendelegasian tersebut artinya subholding Pertamina tidak perlu membawa proses final investment decision (FID) atau keputusan akhir investasi ke induk usaha. Sistem tersebut mempersingkat proses, khususnya investasi hulu minyak dan gas bumi (migas).
Meskipun investasi meningkat, namun setoran Pertamina terhadap penerimaan negara 2023 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang 2023 Pertamina telah menyetor Rp 304,7 triliun, sedangkan 2022 mencapai Rp 307,2 triliun.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan penurunan tersebut terjadi karena pergerakan harga minyak mentah Indonesia atau ICP. "Untuk PNBP (penerimaan negara bukan pajak) cenderung fluktuatif sebab sangat bergantung dari ICP," ucapnya dalam kesemaptan yang sama.
Penurunan ICP juga berpengaruh terhadap capaian kinerja keuangan perusahaan, khususnya pendapatan. Sepanjang 2022 angka ICP di kisaran US$ 97 per barel, lalu turun hingga 20% menjadi US$ 78 per barel pada tahun lalu. "Pendapatan kami menurun 11%," kata Emma.
Sebagai informasi, setoran Pertamina kepada pemerintah dalam bentuk pajak, dividen, PNBP, dan signature bonus. Untuk setoran dividen, sesuai keputusan rapat umum pemegang saham, angkanya tidak besar. "Sebab, alokasi capex (belanja modal) kami sangat besar. Tahun lalu mencapai Rp 100 triliun," ujarnya.
Pertamina mencetak laba bersih sebanyak US$ 4,44 miliar atau sekitar Rp 72,4 triliun sepanjang 2023. Angka ini meningkat 17% dibandingkan capaian laba bersih 2022 yang sebesar US$ 3,81 miliar.