Tepis Kritik, Komisi ISPO Sebut Sertifikasi Kebun Sawit Terpercaya

ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.
28/3/2019, 18.00 WIB

Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) memastikan kredibilitas sertifikasi ISPO. Pemerintah mewajibkan sertifikat ISPO untuk perkebunan kelapa sawit milik swasta dan negara. Namun, sertifikat ini belum sepenuhnya diterima secara internasional dan kerap dikritik lantaran kurang melibatkan lembaga swadaya masyarakat atau auditor independen.

Kepala Sekretariat Komisi ISPO R. Azis Hidayat mengatakan sistem sertifikasi ISPO telah mengacu pada standar internasional (ISO) dan penilaian kesesuaian oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Saat ini, ada 15 lembaga sertifikasi ISPO, dan sebanyak tujuh di antaranya berasal dari luar negeri yaitu Jerman, Inggris, Italia, Perancis, Swiss, dan Austalia, yang diperkuat 1.559 auditor ISPO.

"Jadi tidak benar kalau ada pihak yang masih menganggap sistem sertifikasi ISPO belum sesuai standar internasional,” kata Azis, di Jakarta, Kamis (28/3). Ia menambahkan, sertifikasi ISPO didukung oleh delapan lembaga konsultan dan tiga lembaga pelatihan ISPO, serta memastikan sertifikasi bersifat independen.

(Baca: Pemerintah Terbitkan 45 Sertifikat ISPO untuk 43 Perusahaan Sawit)

Menurut dia, sertifikat ISPO sudah semakin diterima oleh negara tujuan ekspor kelapa sawit. Penerimaan atas sertifikat ISPO sudah dimonitor oleh Europian Sustainable Palm Oil (ESPO) dan setiap tahunnya dilaporkan oleh European Palm Oil Alliance (EPOA).

Kredibilitas Komisi ISPO juga dinilainya sudah teruji ketika berperan aktif sebagai expert on ISPO di Paris untuk kasus gugatan iklan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia yang dianggap bohong.

Namun, Azis mengatakan sertifikasi ISPO bagi perkebunan rakyat masih rendah. Penyebabnya antara lain, kepemilikan lahan yang sebagian besar masih berupa Surat Keterangan Tanah (SKT), sebagian areal terindikasi masuk kawasan hutan, para pekebun menolak membentuk koperasi, serta masalah pendanaan pra kondisi dan biaya audit.

(Baca: Dengan 10 Poin, Pemerintah RI Protes Larangan Sawit oleh Eropa)

Untuk mendorong sertifikasi, Komite ISPO telah mengusulkan bantuan dana dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membantu penyelesaian persoalan-persoalan pekebun rakyat. “Mulai dari pelatihan, pendampingan pra kondisi, pembentukan kelembagaan, hingga proses mendapatkan sertifikasi ISPO,” ujarnya.

Adapun sejak dibentuk pada 2011 hingga 2018, Komite ISPO telah mengeluarkan 502 sertifikat ISPO yang meliputi areal lebih dari empat juta hektare.

Reporter: Rizka Gusti Anggraini