PT. Lotte Chemical Indonesia akhirnya merealisasikan rencana investasinya berupa pembangunan kompleks pabrik petrokimia senilai US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp53 triliun di Cilegon, Banten. Pabrik --yang pembangunannya sempat tertunda ini-- menempati area seluas 100 hektare dan total kapasitas produksi naphta cracker sebanyak 2 juta ton per tahun.
Bahan baku naphta cracker ini akan diolah untuk menghasilkan 1 juta ton ethylene, 520 ribu ton propylene, 400 ribu ton polypropylene dan produk turunan lainnya yang juga bernilai tambah tinggi. Setelah resmi beroperasi, hasil produksi pabrik tersebut rencananya akan digunakan untuk memenuhi permintaan domestik maupun global.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah terus mendorong tumbuhnya industri petrokimia di Indonesia untuk memperkuat struktur manufaktur nasional dari sektor hulu sampai hilir.
(Baca: Lotte Chemical Titan Siap Realisasikan Investasi Pabrik US$ 3,5 Miliar)
Industri petrokimia menghasilkan berbagai komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk aneka industri. Beberapa industri yang berpotensi memanfaatkan jenis bahan baku ini seperti industri kemasan, tekstil, alat rumah tangga, hingga komponen otomotif dan produk elektronika.
"Industri petrokimia sama seperti industri baja sebagai mother of industry. Sehingga iklim usahanya harus kita jaga agar bisa berkontribusi terhadap perekonomian," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (7/12) .
Pembangunan pabrik petrokimia ini diharapkan menyerap tenaga kerja langsung hingga 1.500 orang dan tenaga kerja tidak langsung bisa mencapai 4.000 orang selama periode 2019-2023.
"Upaya ini diyakini meningkatkan perekonomian kita secara fundamental, dengan penghematan devisa dari substitusi impor, dan akan pula dapat memperbaiki neraca perdagangan karena berorientasi ekspor,” ujar Airlangga.
Dengan percepatan pembangunan komplek petrokimia tersebut, dia berharap ke depan bisa membantu mengurangi impor petrokimia minimal 50%.“Kami juga berharap agar proyek ini lebih mengutamakan penggunaan komponen lokal. Termasuk tenaga kerja yang terlibat,” ujarnya.
Dalam upaya memasok tenaga kerja yang kompeten, Kemenperin memfasilitasi pembanguan Politeknik Industri Kimia di Cilegon. Melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi tersebut, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan operator atau tenaga kerja lainnya untuk pabrik ini.
Pabrik bernilai besar itu juga rencananya akan difasilitasi dengan pemberian insentif tax holiday.
(Baca : Industri Petrokimia Alami Stagnasi Dua Dekade Terakhir)
Di lain pihak, Chairman Lotte Group Shin Dong Bin menyampaikan, investasi ini menajid salah satu upaya menumbuhkan industri petrokomia yang berdaya saing global.
“Semoga proyek kami yang terintegrasi ini bisa menjadi percontohan. Apalagi dengan adanya industri kilang olefin. Selain itu, produk kami dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi impor senilai Rp15 triliun,” ujarnya.
Industri petrokimia di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang signifikan dalam dua dekade terakhir. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan bahan baku di dalam negeri. Padahal industri petrokimia memiliki peran penting dalam perekonomian tanah air.
Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kamar Dagang dan Industri Indonesia Johnny Darmawan mengatakan sampai saat ini industri petrokimia di Indonesia masih tergantung bahan baku impor. Dari kebutuhan bahan baku sebesar 5,6 juta ton per tahun, yang bisa terpenuhi dari dalam negeri hanya 2,45 juta ton.
(Baca Juga : Menperin Bujuk Lotte untuk Percepat Investasi Kimia)
Selain itu, produk hilir dari petrokimia saat ini digempur impor. "Pasar produk petrokimia dari hulu ke hilir ini sangat lah besar, tapi dikuasai impor. Dengan struktur demikian, praktis industri petrokimia nasional sulit bersaing," kata Johnny di Jakarta, Kamis (25/1).
Untuk itu, industri petrokimia perlu perhatian khusus. Salah satunya dengan meningkatkan ketersediaan bahan baku dan pasokan energi dengan harga yang terjangkau. Kemudian kesinambungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk mempermudah industri.