Industri furnitur nasional masih menghadapi sejumlah kendala dalam meningkatkan akses pemasaran produknya baik untuk pasar domestik atau ekspor. Menurut asosiasi industri, hal itu salah satunya disebabkan oleh minimnya kegiatan promosi dan logistik sehingga menjadikan produk industri ini sulit menembus pasar dan kerap bersaing ketat dengan produk luar negeri.
Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Anggoro Ratmadiputra menyatakan peningkatan penjualan industri furnitur memerlukan dukungan promosi, seperti melalui kegiatan pameran.
"Kehadiran pemerintah amat sangat kami perlukan untuk membantu penjualan," kata Anggoro kepada Katadata.co.id di Tangerang, Jumat (26/10).
Selain promosi, menurutnya pemasaran produk furnitur juga terhambat oleh sistem tata niaga dan pengiriman antarpulau. Alasannya, pengiriman produk furnitur menggunakan kapa, namun jumlahnya sangat sedikit padahal pembangunan infrastruktur tol laut sudah sangat masif.
(Baca: Asosiasi Klaim Ekspor Mebel Melejit Berkat Permintaan dari Eropa)
Anggoro pun meminta pemerintah memberi kemudahan regulasi dalam penggunaan kontainer maupun pengiriman kapal di pelabuhan. Selain karena kecepatan waktu pengiriman, kegiatan pengangkutannya pun menjadi lebih mudah dan murah.
Hal ini diperlukan agar industri furnitur bisa lebih kompetitif, terlebih di tengah ketatmya persaingan dengan produk negara tetangga.
Anggoro menyatakan produk furnitur Indonesia saat ini kalah saing dibandingkan produk milik Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Oleh karena itu, dia meminta pendampingan pemerintah dalam produksi furnitur dalam negeri bisa mengikuti permintaan pasar global. "Butuh pendampingan yang lebih mesti kuat kalau mau berkembang lebih besar," ujarnya.
Terlebih menurut data Asmindo, penjualan produk furnitur Indonesia sekitar 80% masih didominasi untuk pasar domestik, terutama untuk kebutuhan perkantoran, pemerintah, restoran, dan hotel. Adapun 20% sisanya, berasal dari pembeli di luar negeri atau ekspor.
Anggoro juga menekankan, potensi domestik sebenarnya sangat besar kendati mesti bersaing ketat dengan merek furnitur luar. "Kebutuhan domestik harus bisa kita garap jangan sampai termakan produk impor," katanya lagi.
(Baca juga: Kemenperin Targetkan Ekspor Mebel Naik Dua Kali Lipat Tahun 2018)
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menekankan pemerintah terus berupaya melakukan pendampingan kepada pelaku usaha furnitur agar produknya bisa lebih bersaing. Dia pun meminta produk furnitur bisa mulai menyesuaikan dengan kebutuhan pembeli luar negeri agar ekspor produknya meningkat.
Sementara tersekit kendala dalam negeri, Enggar menyebut pemerintah telah menyederhakan sejumlah perizinan dengan sistem Online Single Submission (OSS). "Kemudahan itu harusnya disesuaikan dengan presisi, kecepatan, dan efisiensi produksi supaya harga bisa lebih bersaing di pasar," ujar Enggar.
Dia pun mengatakan pemerintah juga beruoaya mendorong pemasaran pada produk unggulan ekspor Indonesia ke-11 tersebut. Perang dagang seharusnya bisa menjadi celah bagi industri furnitur dalam negeri untuk masuk ke pasar Amerika dan Tiongkok yang saat ini menguasai 35% dan 45% pangsa pasar produk furnitur dunia.
Selain itu, pemerintah terus mendorong pengembangan pasar nontradisional seperti Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Menurutnya, peningkatan perdagangan akan dilakukan dengan pendekatan bilateral melalui perjanjian dagang. "Salah satu sebab Vietnam lebih maju karena mereka punya perjanjian dagang lebih dulu," ujar Enggar.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, nilai ekspor furnitur sebesar US$ 1,63 miliar. Tahun ini, periode Januari hingga Agustus, ekspor mencapai US$ 1,09 miliar atau meningkat 2,75% dibandingkan periode yang sama di tahun 2017.
Negara yang menjadi tujuan utama ekspor furnitur Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, dan Jerman. Kelima negara tersebut menyumbang lebih dari 64% terhadap total ekspor furnitur Indonesia pada 2017.