Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan wacana penghapusan potongan bea masuk impor (generalized system of preferences /GSP) oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) tak berpengaruh besar terhadap perdagangan Indonesia. Menurutnya, pemanfaatan GPS hanya memberi keuntungan sekitar US$ 1,8 miliar terhadap total perdagangan Indonesia dan Amerika sebesar US$ 20 miliar.
Amerika tengah mengevaluasi 124 produk ekspor asal Indonesia yang menerima pemotongan bea masuk impor.
"Belum rugi. Kita tetap bisa ekspor tapi harus bayar pajak," kata dia di Kantor Koordinator Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7).
Namun, pemerintah perlu mempersiapkan diri meskipun Indonesia bukan mitra dagang utama Amerika. Selain itu pemerintah perlu membantu pengusaha agar tidak terkena dampak besar.
(Baca : Jokowi Rapatkan Kabinetnya Antisipasi Ancaman Perang Dagang Trump)
Di sisi lain, Sofjan menilai Amerika juga mengambil untung dari Indonesia melalui kegiatan investasinya di dalam negeri. Karenanya, hal itu menurutnya juga patut disampaikan ke AS, sehingga yang harus dilihat AS mestinya tak hanya masalah defisit neraca perdagangan mereka. "Kita harus juga melihat dari investasi Amerika yang ada di sini dan lain lain," ujarnya.
Pemerintah akan menindaklanjuti ancaman perang dagang oleh Amerika Serikat terhadap penerapan tarif ekspor Indonesia. Sofjan mengatakan pemerintah akan mengirimkan tim untuk melakukan negosiasi oleh Kementerian Perdagangan dan Kedutaan Indonesia di Amerika.
(Baca: Soal Ancaman Tarif, Indonesia Siap Lobi AS dan Tempuh Jalur Negosiasi)
"Terutama Kementerian Perdagangan yang akan dibantu lain-lain. Tapi perdagangan dan Departemen Luar Negeri merupkan ujung tombak penyelesaian," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan tim negosiator akan melakukan kajian terkait GSP, terutama agar fasilitas yang didapatkan Indonesia bisa tetap dipertahankan.
"Yang berkaitan dengan GSP akan di-review. Kami sudah memutuskan akan kirim tim yang akan berangkat pada akhir Juli," kata Oke.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan evaluasi produk yang dilakukan AS dilakukan karena perdagangan AS dengan Indonesia mengalami defisit. Dia pun menghimbau pelaku industri untuk melakukan antisipasi.
Tak Signifikan
Senada dengan Sofjan, Wakil Ketua Umum Kamar dang Indonesia (KADIN) bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani juga mengatakan dampak dari wacana penghapusan GSP oleh AS memang tak akan siginifikan atau hanya sekitar US$ 1,8 miliar dari total nilai perdagangan Indonesia-AS sebesar US$ 20 miliar. Sehingga tidak semua produk ekspor Indonesia memperoleh manfaat GSP AS.
"Sebagian besar produk ekspor unggulan Indonesia tidak memperoleh manfaat GSP. Sebaliknya, tidak semua produk yang mendapat fasilitas GSP diekspor oleh Indonesia ke AS," kata Shinta dala keterangan resminya.
Meski demikian, dia menilai GSP AS sebagai proses penting untuk menjaga hubungan perdagangan strategis Indonesia-AS yang saling menguntungkan.
Selain membantu daya saing beberapa produk ekspor Indonesia, dia juga menilai pemberian GSP AS kepada Indonesia dibutuhkan oleh pelaku usaha dan konsumen AS.
Karena konsumen AS menurutnya dapat memperoleh barang konsumsi dan input produksi yang berkualitas dengan harga terjangkau dari Indonesia. Dia juga menyakini bahwa GSP dapat mengurangi ketergantungan AS terhadap impor dari negara lain melalui diversifikasi impor dan turut menjaga persaingan dagang yang sehat.
Saat ini Indonesia sedang menjalani dua proses pengkajian oleh pemerintah AS, yaitu kajian terhadap kelayakan Indonesia dalam memperoleh fasilitas GSP yang berkoordinasi dengan United States Trade Representative (USTR).
(Baca: Bank Dunia Ingatkan Indonesia Waspadai Perang Dagang)
Sementara yang kedua adalah review terhadap produk-produk Indonesia yang akan diberikan potongan bea masuk oleh pemerintah AS yang juga merupakan review tahunan yang dikoordinasikan dengan United States International Trade Commision (US ITC)
Review tahunan terhadap produk GSP sudah dilakukan pada Januari-April 2018 dan sudah selesai dilakukan meskipun belum ada pengumuman lebih lanjut terkait perubahan produk yang akan diberikan manfaat GSP untuk Indonesia.
Sedangkan untuk review kelayakan Indonesia untuk memperoleh GSP masih berlangsung dan sedang dalam tahap dengar pendapat publik (public hearing) hingga 17 Juli 2018. Proses review ini dijadwalkan akan berlangsung hingga akhir tahun 2018.
Apabila proses review kelayakan ini merekomsendasikan Indonesia tak layak menerima GSP AS, maka Indonesia akan kehilangan manfaat GSP segera setelah rekomendasi tersebut ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump. Adapun seluruh produk ekspor Indonesia ke AS yang semula menerima fasilitas potongan bea masuk impor akan dikenakan bea masuk normal (MFN) oleh AS seperti sebagian besar produk ekspor Indonesia ke AS.