Antisipasi Mafia Beras, Bulog Atur Strategi Distribusi dan Penyerapan

ANTARA FOTO/Rahmad
Tumpukan beras di Gudang Bulog di Lhokseumawe, Aceh, 31 Januari 2018.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
9/5/2018, 15.33 WIB

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mewaspadai peran mafia beras dalam pengadaan rantai pasok komoditas pangan. Guna meminimalisir peran mafia, sejumlah langkah antisipatif pun dilakukan seperti memotong rantai pasok perdagangan beras hingga melakukan penyerapan gabah langsung dari petani untuk menghindari penimbunan pasokan.

Budi mengatakan, Bulog juga akan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Gabungan Kelompok Petani, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat untuk penyerapan gabah petani. “Kami tidak main-main, sekarang antisipasinya adalah penimbun yang menahan stok, itu jadi permasalahan,” katanya di Jakarta, Rabu (9/5).

(Baca : Diangkat Jadi Dirut, Budi Waseso Akan Mulai dengan Bersihkan Bulog)

Menurutnya, ketahanan pangan, khususnya komoditas beras sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, rantai distribusi beras yang panjang dan belum teratur menyebabkan harga di tingkat konsumen menjadi lebih tinggi.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman pun menyoroti tingginya harga beras karena rantai distribusi yang bertingkat. Beras yang dimiliki Bulog dan stok Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pun diklaimnya berada dalam level aman. Saat ini stok beras di gudang Bulog tercatat  sebanyak 1,1 juta ton dan beras di PIBC sebanyak 40.337 ton.

Amran mengakui ketahanan pasokan beras seharusnya bisa diukur dari ketersediaan pada dua tempat tersebut. Namun rupanya ketersediaan itu tidak juga menyebabkan harga beras turun signifikan.

Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga rata-rata beras kualitas medium per 11 April 2018 sebesar Rp 11.950 per kilogram,. Sementara pada 9 Mei 2018 harga beras hanya turun jadi Rp 11.800 per kilogram. “Pasokan sudah terjamin, jadi ada yang harus kita kaji jika hitungannya ketersediaan dan permintaan,” ujar Amran.

Pemerintah juga akan bekerjasama dengan pihak TNI dalam kegaitan operasi serap gabah (Sergap). Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat (Aster Kasad) TNI Supartodi  mengatakan kerjasama itu diharapkan dapat menjadika  operasi serap gabah berjalan lancar.  Dalam kerja sama itu, tentara nantinya bakal diminta untuk menyerap gabah petani yang sudah menerima bantuan pengering untuk kemudian disalurkan ke gudang Bulog.

Penandatanganan Nota Kesepahaman pun telah dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dari Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. “Daya serap Bulog bisa meningkat dengan kesepakatan ini,” kata Supartodi.

(Baca Juga : Bulog Siapkan Anggaran Rp 15 Triliun untuk Kelola Beras)

Di lain sisi, pengamat pangan dan pertanian Khudori menjelaskan bahwa tingginya harga beras antara lain disebabkan oleh minimnya produksi beras pada 2017, sementara  hasil perhitungan produksi beras yang terlalu tinggi. Badan Pusat Statitisik (BPS) pun mencatat perhitungan produksi beras lebih banyak sekitar 17%.

Jika perhitungan produksi beras 2017 tercatat sekitar 40 juta ton, terdapat kelebihan sekitar 6 juta ton. Sehingga total produksi sebenarnya hanya berkisar di angka 33 juta ton. Konsumsi masyarakat setiap bulan pun bisa mencapai 2,8 juta ton. “Sebenarnya surplusnya tidak terlalu banyak, kalau ada gangguan sedikit saja bisa mengancam ketahanan pangan,” ujar Khudori.

Reporter: Michael Reily