Menjelang Ramadan, Harga Kebutuhan Pokok Mulai Naik

Arief Kamaludin|KATADATA
Harga cabai mulai naik di pasar. Kebutuhan masyarakat akan komoditas tersebut cukup tinggi, khususnya menjelang Ramadhan dan Lebaran.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
2/5/2018, 16.06 WIB

Sejumlah harga komoditas pangan di pasar tradisional mulai merangkak naik. Harga barang  pokok berpotensi  naik signifikan seiring dengan tingginya kebutuhan masyarakat mendekati bulan suci Ramadan yang akan  masuk dalam dua pekan ke depan.

Berdasarkan pantauan Katadata di Pasar Induk Kramat Jati, harga bahan pokok yang mulai  naik yakni bawang merah, cabai merah keriting, cabai rawit dan daging ayam.

Pedagang UD Marta Pasar Induk Kramat Jati, Santi menuturkan harga satu kilogram bawang merah saat ini dijualnya sekitar Rp 32 ribu - Rp 35 ribu  per kilogram (kg). Harga tersebut sudah mengalami kenaikan Rp 2 ribu - Rp 3 ribu per kg  dibandingkan harga pekan lalu.

Harga cabai keriting dan cabai rawit juga terpantau masih tetap berada di atas Rp 30 ribu per kg. Sedangkan untuk  bawang putih, harga mulai berangsur pulih hingga di dibawah Rp 30 ribu per kg, sesuai anjuran pemerintah. Pantauan Katadata, pasokan bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati juga sudah mulai menumpuk. Namun, stok bawang merah mulai berkurang.

Santi mengungkapkan  30 truk angkut bawang merah yang biasanya datang, kini  mulai berkurang secara perlahan. “Nanti mungkin harganya akan terus naik sampai ke Rp 70 ribu kalau ini terus dibiarkan,” katanya kepada Katadata di Jakarta, Rabu (2/5).

(Baca : Pemerintah Pastikan Kelancaran Distribusi Bahan Pokok Jelang Puasa)

Selain masalah pasokan, permintaan masyarakat semakin meningkat namun tak dibarengi ketersediaan stok juga dinilai cukup mengkhawatirkan.  Selain itu,  ketersediaan tenaga kerga  pekerja yang kemungkinan besar bakal berkurang karena libur Lebaran juga akan memicu kenaikan ongkos. Sehingga, diperkirakan hal itu akan mendorong kenaikan harga.

Hal senada juga diungkapkan pedagang lain di Pasar Kramat Jati lain. Papat, pedagang daging menuturkan harga daging  sapi sudah ada kenaikan.  Untuk daging sapi segar, Papat menjualnya di  kisaran Rp 100 ribu hingga Rp 120 ribu per kg.  

Sementara untuk daging kerbau beku impor dari India harga jualnya terpantau sekitar Rp 70 ribu sampai Rp 75 ribu per kg atau telah berada di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 80 ribu per kg. Meski ada harga daging kerbau  stabil, namun  ke depannya, perdagang memperkirakan harga daging sapi segar berpotensi naik sekitar Rp 10 ribu per kg. 

Pendorongnya,  kenaikan ongkos seiring dengan meningkatnya permintaan, serta tunjangan Hari Raya (THR) yang mesti diberikan kepada pekerja dan juga bonus. “Mau tidak mau pedagang mesti ambil dari keuntungan tambahan jika ada kenaikan biaya seperti itu.” ujarnya.

Selain daging, pedagang ayam di Pasar Kramat Jati juga menuturkan bahwa ada kenaikan harga untuk barang dagangannya.  Harga ayam potong saat ini  bertengger di kisaran Rp 40 ribu, naik dari pekan lalu sekitar Rp 38 ribu per potong. "Perkiraan saya harga masih akan terus meningkat hingga Lebaran," kata Yanti, pedagang ayam Pasar Kramat Jati kepada Katadata.

(Baca : Kemendag Tetapkan Harga Patokan Ayam dan Telur di Tingkat Produsen)

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menjelaskan beberapa  harga komoditas mulai naik dan beberapa bahan pokok masih stabil. Dia mengaku harga sulit terpantau karena banyak terjadi fluktuasi harga selama sebulan terakhir.

Menurut catatan Ikappi, tiga komoditas pangan masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan, yakni minyak goreng yang kini dijual sekitar Rp 12.500 per kg, gula Rp 13.100 per kg, dan beras masih mencapai Rp 12 ribu per kg.

Mansuri juga mewaspadai lonjakan harga pada komoditas bawang merah, telur, dan cabai lantaran permintaan masyarakat juga masih akan terus meningkat seiring datangnya Ramadan. “Menjelang bulan puasa keadaan pasar agak gaduh,” katanya.

Penetapan HET pun menurutnya tak banyak berpengaruh terhadap harga pasar, karena pergeraka harga masih tergantung pada tingkat permintaan dan stok bahan pokok yang tersedia. Malah, HET dinilainya justru menimbulkan kebingungan kepada pedagang dan masyarakat.

Contohnya jika harga beras yang dibeli pedagang dari pedagang besar sudah di atas HET,  maka tidak mungkin pedagang menjual kepada konsumen dengan harga yang lebih rendah daripada harga beli. Keputusan HET pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pada psikologis pedagang.

Karenanya Ikappi memberi tiga usulan kepada  pemerintah guna menjaga lonjakan harga bahan pokok. Pertama, akurasi pendataan wilayah produksi dan asumsi permintaan tiap daerah jelang Lebaran. Data dan analisis yang tepat bakal membuat tata niaga komoditas pangan menjadi lebih  tepat guna sehingga kontrol harga bisa dilaksanakan pemerintah.

Kedua, pengendalian tata niaga dengan cermat menimbang alur distribusi  komoditas. Contohnya bawang merah yang dibeli dari Brebes harus mencapai pasar tanpa harus terhenti di tingkat tengkulak. Sehingga, harga jual bisa lebih terjaga. 

Terakhir, sistem pengawasan dan peran Satuan Tugas (Satgas) Pangan harus ditingkatkan dengan penyesuaian regulasi. Tujuannya supaya spekulan bahan pokok menjadi takut dan berhenti melakukan katrol harga.

"Pemerintah pun harus merangkul semua pihak supaya bisa mengamankan harga jelang Lebaran. Komunikasi pemerintah dengan petani, pedagang, pengusaha, pengepul, dan retail seharusnya lebih dimaksimalkan,” kata Mansuri.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah  menerapkan sejumlah kebijakan untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan menjelang Ramadan.  Kebijakan tersebut antara lain berupa menetapkan HET untuk sejumlah komoditas pangan, pemberian izin impor untuk beras dan daging guna mencukupi ketersediaan pasokan, hingga menggandeng sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai agen penyalur beras serta mengamankan transportasi untuk distribusi bahan pokok.

Reporter: Michael Reily