Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei Robert J. Bintaryo menyampaikan bahwa kinerja ekspor Indonesia ke Taiwan pada Semester 1 tahun 2017 meningkat 17,03% (YoY). Bahkan pada Semester I ini Indonesia berhasil memperoleh surplus sebesar US$ 900,03 juta atau sekitar Rp 12 triliun.
Robert menyampaikan, peningkatan kinerja ekspor dipicu oleh pertumbuhan ekspor nonmigas pada 6 bulan pertama 2017. "Taiwan memiliki ketergantungan besar terhadap produk dari Indonesia," kata Robert dalam keterangan resminya, Jakarta, Selasa (29/8).
Kementerian Perdagangan mencatat, beberapa komoditas memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen total impor Taiwan. Kayu setengah jadi sebesar 92,76%, nikel 84,34%, kertas tissue 80,71%, produk makanan dari hewan 76,84%, dan timah 55,91%. (Baca juga: Pengusaha Sawit Desak Pemerintah Bahas Perjanjian Dagang dengan India)
Robert menjelaskan, Indonesia adalah negara dari Asia Tenggara yang menikmati surplus perdagangan terbesar dengan Taiwan. Hanya, meski beberapa produk cukup dominan, peningkatan ekspor nonmigas hanya tumbuh 4,46%. Ekspor masih ditopang oleh ekspor migas dengan pertumbuhan 58,38%.
Selain itu, jika dibandingkan pada 6 bulan pertama tahun lalu ada beberapa produk yang pertumbuhannya naik signifikan seperti acyclic hydrocarbons naik hampir 3000%, limbah dan skrup tembaga naik 135%, karet alam naik 87,63%, kapasitor listrik naik 49%, dan produk kayu setengah jadi naik 25%.
Kenaikan ini, sambung Robert, terjadi berkat penyelenggaraan forum bisnis, serta berbagai kegiatan promosi di Taiwan. Selain itu, pihak pemerintah juga mengusahakan dialog dengan perusahaan-perusahaan yang berpotensi impor produk Indonesia. (Baca juga: Kerupuk Termasuk Bahan Pangan yang Akan Dibarter 11 Sukhoi)
Di samping mempromosikan hubungan dagang, Robert juga mencoba untuk menggaet investor dari Taiwan. "Tidak hanya hubungan dagang, tetapi juga untuk investasi dan kerja sama industri," tuturnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total perdagangan tahun 2016 hanya sebesar US$ 6,54 miliar dengan surplus sekitar US$ 766 juta. Padahal, tahun sebelumnya, total perdagangan mencapai US$ 8,2 miliar dan surplusnya sebesar US$ 1,87 miliar.