Disorot Luhut, Menteri Susi: Pengusaha Jangan Adu-Adu Menteri

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
22/9/2016, 20.45 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menepis anggapan bahwa dirinya berseberangan dan berbeda pendapat dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, terkait kebijakan penangkapan ikan. Sebaliknya, Susi menuding para pengusaha telah mengadu domba dirinya dengan Luhut. 

Susi mempersoalkan langkah para pengusaha dan asosiasi industri perikanan yang mendatangi Luhut untuk menyampaikan berbagai usulan terkait usaha mereka. Seharusnya, kata Susi, berbagai usulan itu disampaikan langsung kepada dirinya sebagai menteri teknis. 

Ia pun menilai usulan-usulan yang dikemukakan tersebut terlalu berlebihan. Hal itu menjadikan Luhut dan Susi terlihat berseberangan lantaran diadu domba oleh pengusaha. (Baca: Ketemu Luhut, Pengusaha Ikan Minta Menteri Susi Rombak Aturan)

"Pak Luhut kan hanya mendengarkan masukan. Makanya saya tanggapi, tidak boleh pengusaha adu-adu menteri. Media juga jangan mengadu-adu menteri. Kami menjalankan visi-misi Presiden," kata Susi saat konferensi pers di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (22/9).

Bahkan, Susi menuding, Wakil Ketua Kamar Dagang (Kadin) Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto, sebagai salah satu pihak yang mengajukan usulan tidak masuk akal.

"Jadi, Pak Yugi kalau tidak tahu laut ya jangan bicara soal laut."

Menurut Susi, usulan yang tidak masuk akal tersebut adalah usulan Yugi agar pemerintah mengizinkan kapal berukuran 1.000 GT melaut dan menangkap ikan di perairan Indonesia. Ia pasti tidak akan mengabulkan permintaan tersebut karena pengoperasian kapal itu dapat menghancurkan kehidupan laut Indonesia.

"Jadi Pak Yugi mau bawa kapal 1.000 GT, hancur Indonesia. Tidak bisa. Memang punya kapal berapa dia? Dimana? Jangan ngomong doang dong. Mewakili siapa?" ujar Susi. Menurutnya, kapal dengan ukuran sebesar itu biasanya digunakan oleh negara-negara lain untuk melakukan pencurian ikan (illegal fishing) di negara lain, khususnya Indonesia.

(Baca: Jokowi Instruksikan Susi Evaluasi Aturan Penghambat Perikanan)

Susi juga menolak praktik transhipment atau bongkar muatan kapal di tengah laut. Bahkan, dia mengklaim, pengusaha sudah berkomitmen tidak melakukan praktik itu. Sebab, jika ketahuan, konsekuensinya kapal pengusaha tersebut akan ditenggelamkan.

Di sisi lain, Susi mengimbau agar semua usulan terkait kelautan dan perikanan dapat langsung disampaikan kepadanya. Jadi, tidak melalui Kemenko Maritim. Menurut Susi, hal tersebut malah akan mengadu domba dirinya dengan Luhut akibat informasi yang diperoleh berasal dari satu pihak saja.

Yang jelas, Susi mengapresiasi langkah Luhut yang hanya menampung dan mendengarkan usulan-usulan dari para pengusaha tersebut.

Alasannya, semua keputusan mengenai kelautan dan perikanan berada di kementerian teknis terkait, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Pada Senin lalu (19/9), sekitar 27 asosiasi nelayan dan pengusaha perikanan di seluruh Indonesia bersama Wakil Ketua Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menemui Luhut di kantornya. Berdasarkan salinan undangan rapat yang diperoleh Katadata, pertemuan itu juga melibatkan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dirjen Perikanan Tangkap.

Dalam pertemuan itu, Yugi menyampaikan industri perikanan saat ini menghadapi sejumlah masalah, seperti ketiadaan kapal pengangkap ikan, kebutuhan modal yang besar dan larangan alih muatan. “Intinya kita kekurangan pasokan ikan, harus ada kepastian kapal mana yang mau mengangkut,” katanya.

(Baca: Susi Tuding Pejabat / Aparat di Balik Usul Asing Masuk Perikanan)

Menanggapi beragam masukan itu, Luhut merangkumnya menjadi lima usulan. Pertama, meminta moratorium larangan pemakaian alat penangkapan ikan jenis cantrang dievaluasi kembali. Kedua, nelayan bersepakat melawan kegiatan illegal fishing.

Ketiga, meminta pemerintah mengizinkan nelayan menangkap ikan di wilayah laut dalam zona 0-4 mil, 4-12 mil hingga 200 mil ke atas. Syaratnya, nelayan diberi izin menggunakan kapal bermuatan di atas 400 gross tonnase (GT).

Keempat, berkomitmen membayar pajak dari hasil usaha penangkapan ikan. Kelima, siap jika industri penangkapan ikan diisi oleh industri dalam negeri tanpa perlu campur tangan pemodal asing. Untuk itu, Luhut berjanji akan menyampaikan keluhan dan usulan tersebut kepada Susi. “Apa solusinya, nanti kita bicara sama Ibu Susi (setelah) balik dari Amerika Serikat,” katanya.