Pemerintah Cari Solusi 4 Masalah Industri untuk Gerakkan Ekonomi

KATADATA | Arief Kamaludin
Proses pengerjaan kawasan industri terintegrasi Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur.
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
29/8/2016, 17.57 WIB

Pemerintah sedang berupaya menyelesaikan berbagai persoalan yang kerap melilit industri dalam negeri. Upaya tersebut penting lantaran industri berperan besar mengembangkan perekonomian masyarakat melalui penanaman investasi dalam negeri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah saat ini berkewajiban menjadi pemecah masalah bagi persoalan yang mengganjal industri di lapangan. Solusi yang dibutuhkan sampai ke level operasional agar sektor industri dapat segera tumbuh dan menggerakan perekonomian. 

Darmin mengatakan, pemerintah menaruh perhatian pada seluruh industri. "Baik manufaktur, farmasi dan kesehatan, pertambangan, pertanian. Kami sudah ada konsep pengembangannya, tapi kita perlu lebih tajam menyusun rencana yang lebih operasional," katanya dalam keterangan resminya, Senin (29/8).

(Baca: Pelaku Usaha Optimistis Pertumbuhan Industri 2016 Lebih Baik)

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, setidaknya terdapat empat permasalahan yang kerap dihadapi oleh industri dalam negeri. Pertama, harga energi primer yang masih terbilang mahal. "Bagaimana harga gas dan listrik yang berdaya saing. Harga gas yang berdaya saing terkait juga dengan listrik. Karenanya, harga gas juga harus dijaga selain ketersediannya," ujarnya.

Kedua, ‎regulasi untuk kawasan industri. Menurut dia, ada aturan yang membatasi kawasan industri 400 hektare per provinsi. Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan pengembangan-pengembangan yang akan direncanakan, baik mengenai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) maupun kawasan industri.

Ketiga, hambatan-hambatan sektoral. "Misalnya recycle base industry, salah satunya industri baja yang bahan bakunya scrap, bagaimana agar hambatanitu dimudahkan. Terutama masalah lingkungan. Demikian juga dengan industri kertas," ujarnya.

Keempat, penciptaan produk dalam negeri. Airlangga mendorong, program-program yang difasilitasi pemerintah seperti proyek pembangkit listrik 35 Giga Watt dan transmisi 46.000 kms, harus bisa menciptakan permintaan yang besar terhadap produk dalam negeri. Karena itu, Airlangga mendesak pembangunan pembangkit listrik sebanyak-banyaknya menggunakan produk dalam negeri.

Di sisi lain, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyatakan akan mendorong industri farmasi dan kesehatan agar kebutuhan obat dari masyarakat dapat disediakan oleh industri dalam negeri. "Untuk alat kesehatan sebenarnya sudah cukup baik, tapi kami masih mendorong untuk industri farmasi." (Baca: Tingkatkan TKDN, Luhut Minta Pertamina Pakai Pipa Dalam Negeri)

Persoalan-persoalan ini memang perlu mendapat perhatian dan penyelesaian secara menyeluruh. Darmin mengatakan, jika persoalan ini tidak diatur dan diselesaikan, maka akan terjadi ketidakselarasan (mismatch) di masa mendatang. Ia mencontohkan, perkembangan proyek 35 GW yang berjalan lebih cepat dari perkiraan.

"Bahkan mungkin, setelah tahun 2020, listrik kita akan oversupply. Kita harus pikirkan dengan baik agar industri juga bisa memanfaatkan kelebihan listrik ini," ujar Darmin.

Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diolah oleh Kementerian Perindustrian, nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor industri sampai dengan triwulan II 2016 mencapai Rp 50,70 triliun atau tumbuh 17,87 persen dibandingkan periode sama 2015. Ini berkontribusi 49,44 persen dari total investasi PMDN pada triwulan II 2016 yang sebesar Rp 102,54 triliun.

(Baca: Didorong Asing, Bank Dunia: Industri Manufaktur Bisa Jaya Kembali)

Sedangkan untuk nilai investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sampai dengan triwulan II 2016, mencapai US$ 8,01 miliar atau meningkat 49,11 persen. Investasi ini berkontribusi sebesar 56,97 persen dari total investasi PMA yang sebesar US$ 14,07 miliar.