Pariwisata Dibuka Bagi Asing, Darmin: Pengusaha Jangan Takut Kehabisan

Arief Kamaludin|KATADATA
Brosur penawaran berinvestasi di kawasan pariwisata Tanjung Lesung (Arief Kamaludin | KATADATA)
Penulis: Yura Syahrul
16/2/2016, 17.54 WIB

KATADATA - Kebijakan pemerintah membuka 35 bidang usaha untuk investor asing telah menuai keluhan dari para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Namun, pemerintah meminta pengertian pengusaha karena kebijakan itu bertujuan memacu industri pariwisata di dalam negeri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, selama belasan tahun industri pariwisata di dalam negeri tidak bisa berkembang. Padahal, sektor ini berpeluang mendatangkan devisa yang besar bagi negara di tengah perlambatan ekonomi dan melempemnya ekspor. Agar dapat berkembang dalam waktu cepat, pemerintah membuka beberapa bidang usaha terkait sektor pariwisata tersebut bagi investor asing.

Kebijakan itu merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid X yang telah diumumkan pemerintah pada pekan lalu. Dalam paket itu, pemerintah membuka 35 bidang usaha bagi masuknya modal asing sebesar 100 persen. Beberapa bidang usaha sektor pariwisata yang kini bebas dimasuki asing adalah restoran, bar, kafe, gelanggang olahraga, dan industri film. Adapun hotel dan resort terbuka juga untuk pemodal asing dengan persyaratan.

(Baca: Paket Kebijakan X, Asing Bebas Masuk 35 Jenis Usaha)

Upaya pemerintah mengundang pemodal asing tersebut sejalan dengan rencana pengembangan pariwisata di banyak tempat. Antara lain di Tanjung Lesung (Banten), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Toba (Sumatera Utara) dan tujuh kawasan pariwisata lainnya. “Jadi akan ada 10 lokasi yg akan dikembangkan,” kata Darmin di Jakarta, Selasa (16/2).

Pengembangan 10 kawasan pariwisata tersebut membutuhkan investasi besar, Meliputi investasi di bidang usaha perhotelan, resort, restoran, dan lain-lain. “Jadi pengusaha kita jangan takut kehabisan lapangan untuk investasi. Malah jauh lebih banyak yang tersedia dibandingkan yang bisa mereka lakukan,” ujar Darmin.

Ia juga optimistis para pelaku usaha domestik tidak akan kalah bersaing dengan investor asing. “Masa kalah bersaing buka restoran. Restoran orang barat bisanya bikin restoran makanan barat.”

(Baca: Asosiasi Pengusaha Ramai-ramai Keluhkan Bebasnya Investasi Asing)

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengaku telah berbicara dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ia meminta agar pemerintah merevisi beberapa persyaratan DNI untuk memperketat batasan modal bagi investasi asing. Pasalnya, ada kekhawatiran investasi asing yang semakin bebas dapat memukul pengusaha lokal di sejumlah sektor, seperti restoran, hotel, dan juga spa.

Haryadi memberi contoh peluang investasi asing di bidang usaha restoran. Lewat aturan baru, pemerintah saat ini membuka 100 persen kesempatan kepada asing untuk berinvestasi di bidang tersebut. “Tidak apa-apa misalnya restoran dibuka 100 persen, tapi paling tidak modalnya mencapai US$ 10 juta,” katanya sesuai menghadiri rapat dengan Menteri Kooperasi dan Usaha Kecil Menengah AA Gede Ngurah Puspayoga di Jakarta, Senin (15/2).

Selain itu, Haryadi juga mengkhawatirkan dicabutnya pembatasan kepemilikan asing pada usaha perhotelan. Kondisi ini akhirnya dapat membunuh bisnis pelaku usaha di industri perhotelan bintang satu dan dua. Meski demikian, ia sepakat dengan pemerintah mengenai pembukaan modal asing 100 persen untuk hotel bintang tiga, empat dan lima.

Tak cuma sektor usaha yang terbuka 100 persen untuk asing, Apindo juga menerima keluhan dari Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Mereka mengeluhkan pelonggaran batasan kepemilikan asing pada sektor usaha angkutan darat sebesar maksimal 49 persen, malah akan membuat pengusaha logistik lokal kalah bersaing. “Mereka (ALFI) keberatan dengan itu,” ujar Haryadi.

Sikap berbeda disampaikan Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI). Kebijakan tersebut dinilai bisa memperkuat persaingan. Terutama di sisi pengguna akhir atau end user dari industri makanan dan minuman, sehingga secara langsung bisa memperkuat pasar sektor ini di dalam negeri. Selain itu, meningkatkan daya saing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Kami ambil positifnya saja, bahwa (revisi DNI) ini akan baik untuk menambah kompetisi,” ujar Ketua Umum GAPMMI Adhi S. Lukman.

Ia berpandangan, nantinya investor asing bisa membangun tempat menjajakan hasil industrinya sendiri dan tidak perlu bergantung kepada distributor lokal saja. Dengan begitu, banyak agen penjual produk makanan dan minuman mendapatkan keuntungan. Pilihannya menjadi beragam, dan tidak dibatasi oleh beberapa distributor lokal saja. “Apalagi ditambah dengan adanya e-commerce.”

Reporter: Ameidyo Daud Nasution, Desy Setyowati