KATADATA - Badan Koordinasi Penanaman Modal menyebutkan investasi asing di bidang pertambangan terus turun sejak 2013. Hal tersebut disinyalir karena harga komoditas di sektor ini terjun bebas seperti yang terjadi pada batubara dan mineral. Investasi di pertambangan pun dianggap kurang menarik.
Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan kondisi tersebut terlihat dari realisasi Penanaman Modal Asing pada 2015 sebesar US$ 4 miliar. Angka ini terus turun dari realisasi pada 2014 yang mencapai US$ 4,7 miliar dan 2013 sebesar US$ 4,8 miliar. “Itu pasti terkait harga komoditas, sudah pasti itu,” kata Azhar saat konferensi pers di kantor BKPM, Jakarta, Kamis, 21 Januari 2016.
Sebetulnya, pertambangan merupakan sektor yang paling diminati investor asing sepanjang 2015. Sebab, angka tersebut masih di atas sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi (US$ 3,3 miliar), listrik, gas dan air (US$ 3 miliar), serta perumahan, kawasan industri, dan perkantoran (US$ 2,4 miliar). (Baca: Listrik dan Pertambangan Dorong Investasi Kuartal I Naik 16,9 Persen).
Azhar mensinyalir menurunnya investasi pertambangan juga dipicu oleh penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid ini mengharuskan perusahaan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter. Sayang, walau telah diundangkan sejak 2009, hampir tak ada perusahaan yang membangunnya hingga 2013 terutama korporasi besar seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.
Alhasil, sesuai undang-undang tersebut, perusahaan tambang tak diizinkan mengekspor produksinya dalam bentuk konsentrat. Larang ekspor akan dicabut bila sudah membuat komitmen pembangunan smelter. Namun akan dikenai bea keluar progresif dari 5 hingga 60 persen, mengikuti perkembangan pembangunan smelter. (Lihat pula: Minim Insentif, Realisasi Investasi Sektor Padat Karya Melorot).
“Dulu, booming investasi asing juga dapat dibilang karena kita ekspor material juga,” kata Azhar. Namun dia tetap optimistis penanaman modal asing di pertambangan segera pulih. Hal ini seiring investasi smelter yang terus berjalan dan segera beroperasi.
Salah satu negara yang tertarik di bidang smelter adalah Cina. Menurut Azhar, saat ini ada perusahaan asal Cina yang berinvestasi di Ketapang, Kalimantan Barat senilai US$ 2,28 miliar. Dana sebesar itu dialokasikan untuk membangun smelter alumina. Ini yang pertama di Kalimantan.