Dua Pekan lagi, Keputusan Duet Antam-Inalum Beli Saham Freeport

Arief Kamaludin|KATADATA
Dewan direksi Aneka Tambang seusai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, Rabu, (7/10).
Penulis: Yura Syahrul
19/10/2015, 12.02 WIB

KATADATA - PT Aneka Tambang Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) berpeluang mengantongi 10,64 persen saham PT Freeport Indonesia. Kedua perusahaan milik negara (BUMN) tersebut diharapkan bisa saling sinergi untuk mendanai pembelian saham perusahaan tambang emas asal Amerika Serikat ini.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengaku tengah menghitung kondisi keuangan Aneka Tambang dan Inalum untuk mengambil 10,64 persen jatah saham Freeport yang didivestasikan tahun ini. “Sedang kami kalkulasikan,” katanya di Cirebon, akhir pekan lalu.

Di antara kedua perusahaan BUMN itu, dia melihat, kondisi keuangan Inalum saat ini lebih kuat dibandingkan Aneka Tambang. Pasalnya, Aneka Tambang tengah membutuhkan dana besar untuk membangun pabrik pengolahan bauksit di Menpawah, Kalimantan Barat. Nilai investasinya mencapai US$ 2 miliar. "Otomatis kalau (Aneka Tambang) nanti  mengambil Freeport sendiri, mungkin itu berat," kata Rini.

Di sisi lain, kondisi keuangan Inalum lebih longgar karena belum memiliki kegiatan operasional pertambangan. Dengan begitu, Inalum bisa bersinergi dengan Aneka Tambang untuk membeli saham Freeport tersebut.

Menurut Rini, Inalum juga bisa mencari pendanaan ke perbankan untuk membiayai aksi korporasinya. “Perbankan pasti mau, apakah itu (bank) BUMN atau tidak. Kalau masih ada kapasitasnya (bank) BUMN, lebih baik BUMN. Tapi (bank) internasional sangat-sangat mau memberikan pembiayaan untuk ini (beli saham Freeport)," katanya.

Rini berharap, kesepakatan sinergi di antara dua perusahaan BUMN itu untuk membeli 10,64 persen saham Freeport dapat diputuskan dalam dua pekan ke depan. Selanjutnya, mereka akan mengajukan proposal resmi kepada pemerintah untuk diteruskan ke Freeport.

Di tempat terpisah, Sekretaris Perusahaan Aneka Tambang Tri Hartono mengaku siap jika ditunjuk Kementerian BUMN untuk mengambil saham Freeport. Namun, dia belum bisa menjelaskan lebih detail rencana tersebut. “Kita tunggu saja penunjukan resmi, (tapi) secara operasional kami siap karena punya pengalaman,” katanya kepada Katadata, Senin (19/10).

Tri mengklaim, Aneka tambang tidak jauh berbeda dengan Freeport karena sama-sama bergerak di bidang pertambangan dan berpengalaman di tambang dalam. Yang membedakannya hanyalah skala bisnis dan teknologi yang dimiliki masing-masing perusahaan.

Jika resmi ditunjuk pemerintah untuk membeli saham Freeport, Aneka Tambang tentu perlu mencari pendanaan eksternal. Sinergi Aneka Tambang dengan Inalum juga merupakan opsi untuk menanggung bersama-sama pembiayaan aksi korporasi itu. “BUMN itu harus bersinergi, masing-masing punya kekuatan dan kelebihan," imbuh Tri. Diperkirakan, kebutuhan dana untuk membeli 10,64 persen saham Freeport itu lebih dari US$ 1 miliar atau di atas Rp 14 triliun.

Sementara itu, Manajer Humas Inalum Moranta Simanjuntak belum bisa mengomentari rencana Rini Soemarno tersebut. "Kami belum ada arahan," katanya.

Saat ini, pemerintah Indonesia telah mengempit 9,36 persen saham Freeport. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang kegiatan usaha penambangan minerba, Freeport memiliki kewajiban divestasi 30 persen saham kepada pemerintah Indonesia. Pelepasan saham itu dilakukan secara bertahap hingga tahun 2019 atau dua tahun sebelum masa kontrak karya Freeport berakhir.

Rencananya, 10,64 persen saham akan dilepas mulai bulan Oktober ini dan  10 persen lagi tahun depan. Ada tiga opsi divestasinya. Pertama, Freeport harus menawarkan sahamnya kepada pemerintah. Kedua, bila pemerintah tidak mengambilnya, opsi akan jatuh kepada BUMN dan badan usaha milik daerah (BUMD). Ketiga, opsi penawaran saham perdana ke publik (IPO) melalui bursa saham.

(Baca: Perpanjangan Kontrak Freeport, Jokowi Minta 5 Syarat)

Di sisi lain, terkait nasib kontrak karya Freeport yang akan berakhir tahun 2021 mendatang, Presiden Jokowi telah mengajukan lima syarat. Pertama, perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontraknya habis. Ini sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2014. Kedua, Freeport meningkatkan penggunaan barang dan jasa dalam negeri (local content).

Ketiga, divestasi saham Freeport untuk dalam negeri. Keempat, meningkatkan pembayaran royalti khususnya untuk tiga komoditas tambangnya, yakni tembaga, emas, dan perak. Kelima, Freeport wajib membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).

Reporter: Anggita Rezki Amelia