Sektor Migas dan Telekomunikasi Paling Kuat Hadapi Kenaikan Harga BBM
KATADATA ? Industri minyak dan gas (migas) serta telekomunikasi, menjadi sektor yang paling tahan menghadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hasil riset PT Bahana Securities, tentang pengaruh kenaikan harga BBM terhadap sektor-sektor industri selama 2005-2013, menyebut kedua sektor ini tetap mencatatkan kinerja yang positif. Keduanya tetap positif baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM.
Berdasarkan hasil riset tersebut, sektor migas mencatatkan kenaikan rata-rata 25 persen pada 3 bulan sebelum kenaikan harga BBM, dan 10 persen sesudahnya. Sedangkan sektor telekomunikasi naik 6 persen sebelumnya, dan 9 persen sesudahnya. Selain kedua sektor, consumer staples juga tahan terhadap kenaikan harga BBM, dengan kenaikan 7 persen sebelum dan 2,1 persen sesudahnya.
"Consumer staples seperti Unilever dan Kalbe Farma, akan sangat terbantu dengan penurunan harga minyak. Karena harga komoditas yang lain juga turun. Jadi marginnya bisa tertopang," kata Kepala Riset Bahana Securities Harry Su, dalam paparanya bertema 'In Rough Water', di Jakarta, Rabu (22/10).
Dalam laporannya, Harry juga menyebutkan sektor yang berkaitan dengan suku bunga akan tertekan kenaikan harga BBM. Seperti perbankan yang turun 0,4 persen sebelum kenaikan harga BBM, dan lebih dari 8,6 persen sesudahnya.
Sektor lainnya, yakni semen dan perkebunan yang turun 0,5 persen dan 2,2 persen sebelumnya. Kemudian turun 3,2 persen dan 5,3 persen sesudahnya. Selain itu, properti dan otomotif juga terkena dampak signifikan dari kebijakan ini. "Sektor yang terkait suku bunga itu yang paling nggak tahan (kenaikan harga BBM)," ujarnya.
Sementara untuk sektor consumer discretionary, seperti ritel dan media. Sebab, kata dia, perusahaan media mengikuti pertumbuhan ekonomi. Kinerjanya turun 0,2 persen sebelum kenaikan harga BBM, dan 2,3 persen sesudahnya. Apalagi dia memperkirakan ekonomi hanya tumbuh 4,9 persen pada 2015.
Dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang melambat tahun depan, Bahana Securities menyarakan agar pemerintah menaikkan harga BBM tidak terlalu besar. Besaran kenaikan harga yang masih ideal adalah Rp 2.000 per liter.
Menurut dia, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter, akan menambah laju inflasi sebesar 288 basis poin. Laju inflasi tahun depan akan mencapai 8,38 persen, dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, sebesar 5,5 persen. Namun, jika harga BBM naik hingga Rp 3.000 per liter, inflasi bisa mencapai 9,82 persen.