KATADATA ? Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan kenaikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter, akan menambah biaya operasional perusahaan sebesar 3-5 persen. Selain itu, kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut juga mempengaruhi kenaikan inflasi sebesar 3-5 persen.
Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi mengatakan dengan perhitungan ini, kenaikan biaya operasional yang tinggi hanya akan dialami sektor transportasi. Sementara sektor industri yang lain, masih bisa menerima kenaikan biaya tersebut.
"Kami bisa hadapi itu (kenaikan harga BBM bersubsidi), dan akan kami hitung dari sekarang. Yang akan banyak naik itu transport. Harga (produk industri) akan naikan sedikit," ujar Sofjan, usai menghadiri seminar bertajuk 'Menghapus Ekonomi Nasional untuk Pembangunan Rumah Rakyat', di Jakarta, Kamis (28/8).
Sofjan menilai bahwa kenaikan tersebut sangat wajar, jika tidak ingin negara mengalami defisit secara terus menerus. Apalagi, berdasarkan informasi yang diterimanya dari Tim Transisi Jokowi, kenaikan harga akan dilakukan secara bertahap. Jadi dampaknya tidak terlalu terasa besar bagi perekonomian.
Sementara dampaknya terhadap inflasi, kata Sofjan, Bank Indonesia pastinya tidak akan tinggal diam dan berupaya untuk tetap mengurangi gejolak yang akan timbul. Mengingat hal ini dilakukan saat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) dan volatilitas nilai tukar Rupiah yang tinggi.
Namun dia juga berharap, kenaikan harga BBM bersubsidi harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur. "Ada keuntungannya, daripada kita gunakan (BBM bersubsidi) untuk mobil, penyelundupan penambang. Makanya kami dukung," tutur dia.
Analis KDB Daewoo Securities Betrand Raynaldi mengatakan imbas kenaikan harga BBM subsidi tidak bisa disamaratakan untuk semua sektor industri. Dampaknya akan tergantung pada persentase penggunaan BBM subsidi.
Menurut dia sektor angkutan dan logistik atau transportasi akan terkena dampak yang signifikan. Juga sektor produksi dan distribusi yang akan terkena dampak negatifnya. "Karena pabrikan nanti sudah beli BBM non subsidi. Mungkin itu (3-5 persen) hitungan secara umum untuk beban transportasi dan distribusi di pabrikan," ujar dia.