KATADATA ? Menteri Keuangan Chatib Basri meminta komitmen dan langkah konkret Kementerian Perindustrian berkaitan dengan penggunaan bahan bakar untuk mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC). Dia khawatir konsumsi BBM bersubsidi membengkak karena proyek otomotif tersebut.
?Saya konsen masalah BBM, karena khawatir konsumsi tinggi. Dari segi pajak bisa cancel out karena jumlah mobil LCGC yang dijual naik, sehingga revenue naik. Tapi yang penting bagaimana penggunaan BBM,? ujar Chatib, seperti dikutip harian Tempo (8/4).
Chatib meminta Kementerian Perindustrian merumuskan cara teknis untuk melarang pemilik mobil tersebut tidak menggunakan BBM bersubsidi. Dia mencontohkan pengaturan nozzle (kepala slang pengisian bahan bakar), atau penggunaan sistem teknis lainnya yang berdampak pada mesin jika menggunakan BBM bersubsidi. ?Kalau punishment hanya imbauan, tidak akan jalan,? kata Chatib.
Dalam hal menagih komitmen ini, Chatib sudah menyurati kepada Menteri Perindustrian MS Hidayat untuk mengevaluasi penggunaan bahan bakar untuk LCGC. Secara teknis, sebenarnya Hidayat mendukung pengaturan nozzle BBM non-subsidi yang digagas PT Pertamina (Persero). Diameter nozzle BBM dengan tipe Research Octane Number (RON) 92 ke atas akan lebih kecil dan berbeda dengan nozzle BBM di bawah RON 92 atau BBM bersubsidi.
Kementerian Perindustrian pun sudah membicarakan hal ini dengan produsen LCGC. Industri pun sepakat jika nantinya harus mengubah lubang pengisian bahan bakar yang disesuaikan dengan nozzle BBM non-subsidi.
Menurut Hidayat, sebenarnya pemerintah sudah mencegah pemakaian BBM bersubsidi dengan mengharuskan industri kendaraan mencantumkan kewajiban menggunakan BBM non-subsidi. ?Tapi kalau mobilnya sudah beredar, itu kan hak pembeli dengan segala konsekuensinya,? ujar Hidayat.