Pandemi Corona Tekan Ekspor dan Harga Kopi Dunia

ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.
Petani menyortir biji kopi produk Kopi Kingkaf di Bawang, Kabupaten Batang Jawa Tengah, Selasa (7/6/2020). Pandemi corona telah menyebabkan ekspor dan harga kopi dunia anjlok.
Editor: Ekarina
5/8/2020, 15.47 WIB

Pandemi corona yang melanda di hampir seluruh negara berdampak pada penurunan harga kopi dunia. Tercatat sejak bulan Juni hingga saat ini harga biji kopi di hanya dipatok sebesar US$ 2,2 per kilogram (Kg) atau setara Rp 32.000.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo mengatakan, sejak tahun 2010 harga kopi terus menurun dari yang sebelumnya mencapai US$ 4,68 per kg atau setara Rp 68.000. Tak lama setelah ada pandemi, harga kopi pun anjlok hingga di bawah US$ 2,5 per atau sekitar Rp 36.000 per kg.

"Harga kopi terus menurun hingga sekarang," kata Iman dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (5/8).

Hal itu menurutnya disebabkan terganggunya rantai pasok dan permintaan kopi akibat kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang diterapkan berbagai negara. 

Iman yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan International Coffee Organization (ICO) menambahkan, berbagai upaya untuk meningkatkan harga kopi telah banyak dilakukan. Salah satunya dengan cara modernisasi produksi dan reformasi organisasi negara produsen kopi dunia.

Strategi ini diharapkan bisa memberi nilai tambah dan memperbaiki harga jual di tengah tantangan pasar saat ini. Sebab, akibat pandemi, beberapa negara menutup pintu ekspor. Hal itu pula yang membuat rantai pasok menjadi tidak seimbang antara pasokan dan permintaan.

Pada saat bersamaan, harga kopi di dalam negeri menurun. Berdasarkan data ICO per Juni 2020, harga kopi jenis arabika turun 7,6% dan kopi  jenis robusta turun 13,24% dibandingkan Juni 2019.

"Sementara data Badan Pusat Statistik menunjukkn, total nilai ekspor biji kopi dan kopi olahan periode Januari sampai Mei 2020 turun sebesar 12,2% dan impor kopi juga turun 35,17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” kata Iman.

Pada kesempatan yang sama, Public Policy & Goverment Relations Lead PT Tokopedia, Agung Pamungkas menjelaskan untuk menggeliatkan kembali industri kopi di dalam negeri, pihaknya telah menyelenggarakan kampanye kopi.

Strategi ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan secara daring, ketika banyak masyarakat banyak berada di rumah seiring berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kampanye ini digelar pada 20-26 April lalu bertepatan dengan periode PSBB. 

Hasilnya menunjukkan, dari 567 toko yang bergabung dalam kampanye ini, 46% di antaranya mengaku mengalami peningkatan penujualan dalam sepekan. Kampanye ini pun mampu menyedot 623.000 pengunjung ke halaman website dengan 62 juta viewers. 

Langkah ini pun dinilai efektif dalam meningkatkan traffic pedagang. "Terdapat 39% kenaikan untuk produk terkait kopi seperti cemilan, sovenir dan alat pembuat kopi. Lalu 57% kenaikan produk kopi yang kami jual seperti buku kopi, biji kopi dan produk minuman kopi," kata dia.

Berdasarkan data Kemendag tahun 2018, Filipina menjadi negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia, yaitu sebesar 30% dari total eksppor kopi Indonesia dengan nilai US$ 421 juta atau setara Rp 6,1 triliun. Ekspor kopi ke Filipina didominasi oleh jenis kopi instan sebesar 99,7%.
 
Amerika Serikat menduduki peringkat dua sebagai importir kopi Indonesia dengan nilai sebesar US$ 255 juta atau setara Rp 3,2 triliun dengan berkontribusi 19% terhadap total ekspor kopi Indonesia. 

Tren ekspor kopi Indonesia dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 1,14% per tahun. Berdasarkan jenisnya, ada peningkatan ekspor produk olahan kopi sebesar 20,04% menjadi US$ 571,48 juta atau setara Rp 8,31 triliun.

Sedangkan untuk ekspor biji kopi menurun 31,25% menjadi US$ 815,93 juta atau setara Rp 11,8 triliun dari 2017 yang mencapai US$ 1,2 miliar atau setara Rp 17,5 triliun.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto