Potret suram membayangi industri taman hiburan Amerika Serikat (AS). Minimnya pengunjung yang dibarengi dengan penutupan fasilitas selama pandemi membuat Walt Disney melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 28 ribu karyawannya.
PHK ini mencakup level eksekutif hingga staf divisi taman hiburan, aktor pertunjukan dan segmen produk berbagai tingkatan. Sekitar dua pertiga dari karyawan yang di PHK merupakan pekerja paruh waktu.
Disneyland menutup operasionalnya sejak Maret 2020 setelah wabah virus corona merebak di AS dan memaksa beberapa negara bagian mengambil kebijakan karantina wilayah atau lockdown.
Pada Juli, Walt Disney World kembali dibuka disertai syarat pengurangan kapasitas pengunjung mulai di taman hiburan, restoran, dan toko.
“Kami telah membuat keputusan yang sangat sulit untuk memulai proses pengurangan tenaga kerja kami di divisi taman hiburan dan produk layanan kami di seluruh tingkatan,” kata kepala unit usaha taman hiburan Disneyland, Josh D'Amaro dikutip dari Forbes, Rabu (30/9).
Dalam pernyataan kepada karyawannya, D’Amaro menyebut keputusan itu menyedihkan. Manajemen sudha berupaya menghindari PHK dengan memangkas biaya, menunda proyek dan merampingkan biaya operasional.
Perusahaan juga menyebut terus membayar tunjangan kesehatan bagi 48 ribu karyawannya yang diberikan cuti sejak April. Sehingga, perusahaan memutuskan tidak dapat beroperasi dengan full staf di tengah keterbatasan saat ini.
"Meski keputusan ini memilukan hati, ini adalah satu-satunya opsi yang kami punya mengingat dampak berkepanjangan Covid-19 pada bisnis perusahaan," kata D'Amaro.
Service Trades Council Union, yang mewakili lebih dari 40.000 karyawan Walt Disney World, mengatakan kecewa akan keputusan perusahaan memberhentikan para cast member. Mereka sedang bernegosiasi dengan Disney untuk menentukan dampaknya terhadap karyawan yang berserikat.
Asosiasi aktor, yang mewakili sekitar 750 pemain pertunjukkan Walt Disney World, mengatakan telah menghubungi manajemen dan mencatat bahwa pekerja yang di-PHK di Florida hanya akan menerima US$ 275 tunjangan pengangguran negara bagian.
Dampak Kinerja Keuangan
Walt Disney World merupakan salah satu taman hiburan terbesar dunia. Penutupan taman hiburan ini berdampak signifikan terhadap kondisi keuangan perusahaan.
Divisi taman hiburan melaporkan kerugian US$ 2 miliar (Rp 29,8 triliun) pada kuartal ketiga imbas penutupan. Perusahaan memperoleh total pendapatan US$ 11,78 miliar atau sekitar Rp 174,2 triliun pada kuartal ketiga. Yang mana penurunan pendapatan terbesar disumbang divisi taman hiburan sekitar 85% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
CEO Bob Chapek mengatakan, pendapatan Walt Disney World pada Agustus belum sepenuhnya pulih, karena pembukaan kembali taman hiburan padaJuli mengundang kontroversi di tengah lonjakan kasus Covid-19 Florida.
Hubungan Disney dengan karyawan yang meminta mereka kembali bekerja selama pandemi juga menjadi sumber perselisihan. Beberapa karyawan Walt Disney World meluncurkan petisi yang mendesak resor di lokasi tersebut agar menunda pembukaan di saat kasus Covid-19 melonjak di Florida.
Asosiasi aktor melarang anggota serikat kembali bekerja setelah berselisih dengan manajemen terkait pengujian berkala Covid-19 yang menimbulkan keprihatinan mereka. Meski taman hiburan Disneyland tutup, distrik perbelanjaan Downtown Disney resor mulai dibuka.
Selain Disneyland, industri taman hiburan lainnya di AS yang juga terpukul selama penutupan yakni Universal Orlando dan SeaWorld Entertainment.
SeaWorld Entertainment akan memberhentikan karyawan SeaWorld Orlando dan Busch Gardens Tampa akibat penurunan 96% pendapatan dan kunjungan. Sedangkan Universal Orlando akan memberhentikan permanen lebih dari 1.200 pekerja hotel.
Laju penularan Covid-19 memiliki kecepatan berbeda di berbagai belahan dunia. Kondisi itu berpengaruh terhadap kebijakan tiap negara dalam menutup wilayahnya. Dalam laporan Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) per 1 September 2020, sejumlah destinasi di tiap region masih ditutup untuk pariwisata internasional.
Asia merupakan region yang paling banyak menutup destinasinya. Sebanyak 28 destinasi atau 61% dari total destinasi di Asia masih melakukan pembatasan wilayah. Sebaliknya, Eropa adalah region yang mulai mencabut status pembatasan wilayah. Hanya sembilan destinasi atau 17% dari total destinasi di Eropa yang masih ditutup.
Secara global, 51 tempat atau 23% dari total destinasi telah melakukan pembatasan selama 30 minggu. Sebanyak 27 di antaranya masih menutup perbatasannya.