Libur panjang dan cuti bersama akhir Oktober lalu akhirnya memberi angin segar bagi pelaku usaha perhotelan dan restoran. Okupansi atau tingkat keterisian hotel meningkat 30-40% dibandingkan periode hari biasa selama pandemi.
Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, meski meningkat, tingkat keterisian hotel belum pulih seperti kondisi normal sebelum pandemi. Kenaikan okupansi juga hanya terjadi di hotel di wilayah tertentu yang dekat dengan objek wisata.
Oleh sebab itu, pengusaha hotel hanya bisa mengandalkan momen liburan guna meningkatkan pendapatan maupun jumlah pengunjung.
“Jika perekonomian bergerak, pasti akan mendongrak bisnis hotel. Tapi kalau ekonomi belum membaik, tentu tidak banyak dari masyarakat yang berwisata karena itu merupakan kebutuhan premier, bukan sekunder,” ujar Maulana kepada katadata.co.id (2/11).
Kenaikan okupansi rupanya belum bisa menutupi kerugian hotel selama pandemi corona. Sebab, kenaikan okupansi tidak diiringi dengan tarif hotel yang justru lebih rendah 20% - 30% dibanding sebelumnya.
Omzet yang diperoleh selama libur pun belum bisa menutup kerugian selama sebulan yang jika ditotal penurunannya bisa sampai 50%. "Kenaikan okupansi di waktu liburan ini hanya perbaikan angka, karena momennya pas,” kata dia.
Yusran pun belum bisa memprediksi kapan industri hotel akan pulih. Terlebih kawasan wisata hingga kini masih ada yang terdampak.
Alhasil, dengan pelemahan daya beli masyarakat sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga saat ini, dia belum bisa memastikan apakah hotel akan kembali dibanjiri pengunjung libur panjang Desember mendatang.
“Liburan long weekend ada lonjakan okupansi, meski tak signifikan. Sehingga kami belum bisa memprediksi karena situasi di kuartal IV masih meragukan. Apalagi daya beli masyarakat juga belum pulih,” kata dia.
Dihubungi terpisah, perusahaan perhotelan PT Red Planet Indonesia juga menikmati berkah libur panjang dengan kenaikan tingkat hunian hotel sebesar 75% dibanding akhir pekan biasa.
Sepanjang kuartal IV, Presiden Direktur Red Planet Indonesia, Ng Suwito memperkirakan tingkat okupansi hotel mencapai 60%. Sehingga, perusahaan perlahan dapat menutup kerugian. Hal ini juga dibantu dnegan berbagai efisiensi biaya yang dilakukan sejak Maret.
Sedangkan untuk menaikkan okupansi hotel menjelang akhir tahun, perusahaan memiliki sejumlah strategi.
“Kami akan memperkuat partnership dengan online travel agent, menggencarkan promosi dan menawarkan tarif kamar dengan harga kompetitif,” ujar dia kepada katadata.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat penghunian kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang sebesar 32,9% pada Agustus 2020. Persentase tersebut naik hampir lima poin dibandingkan bulan sebelumnya.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan TPK hotel bintang merosot hingga 32,2% pada Maret 2020, kemudian turun lebih dalam lagi menjadi hanya 12,7% pada bulan berikutnya. Angkanya mulai membaik pada Mei 2020 dan terus menunjukkan peningkatan sampai bulan kedelapan. Detailnya bisa dilihat dalam databoks berikut ini: