PT Unilever Indonesia Tbk merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan program berkelanjutan (sustainability). Direktur Unilever Indonesia Ira Noviarti menjelaskan ada tiga program pokok berkelanjutan dalam bisnis Unilever di bidang lingkungan, kesehatan dan pengembangan masyarakat.
Ira menjelaskan di bidang lingkungan perusahaannya melakukan berbagai kegiatan seperti menyediakan penyimpanan air, menggunakan energi biomassa untuk mengurangi limbah, mengelola limbah plastik kemasan produk, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Sebanyak 100% botol plastik dari produk detergen, rinso dan kecap bango merupakan hasil daur ulang," kata Ira dalam webinar Kolaborasi dan Aksi untuk Masa Depan Berkelanjutan yang bekerja sama dengan Katadata Senin (23/11).
Perusahaan juga mengembangkan 4.000 unit bank sampah yang tersebar di 18 kota. Bank sampah tersebut berhasil mengurangi 12 ton sampah anorganik. Untuk memaksimalkan kinerjanya, perusahaan turut mendigitalisasi bank sampah dengan menggunakan platform google bisnis.
Oleh karenanya, lokasi bank sampah dapat ditemukan secara digital, sehingga masyarakat dapat dimudahkan. “Kita juga memiliki kegiatan penambangan sampah di TPST Bantargebang. Di mana, sampah tersebut akan diubah menjadi pengganti batu bara di industri semen,” ujar Ira.
Kedua, dalam program kesehatan, Unilever fokus pada kebersihan dan nutrisi. Realisasinya, antara lain Unilever telah menjangkau 100 juta penduduk dalam pengembangan pola hidup bersih dan sehat, lewat program untuk Ibu dan sekolah.
Di bidang nutrisi, kata Ira, Unilever mengembangkan future food. “Yaitu membantu masyarakat melakukan transisi menuju pola makan yang lebih sehat dan mengurangi dampak lingkungan dari rantai makanan,” kata Ira.
Ketiga, membantu penghidupan masyarakat, misalnya dengan pemberdayaan pedagang kecil. Di masa pandemi Unilever memberi bantuan kepada 147 ribu pedagang kecil.
Dalam bidang kesehatan dan nutrisi, Unilever berupaya fokus meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan terhadap satu miliar penduduk Indonesia. Unilever mengklaim telah menjangkau 100 juta masyarakat dalam layanan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui program Untuk Ibu.
Program ini di dukung oleh brand-brand Unilever dalam meningkatkan kesehatan penduduk di Indonesia. Unilever Indonesia juga fokus membantu masyarakat dalam melakukan transisi menuju pola makan yang lebih sehat, serta mengurangi dampak lingkungan dari rantai makanan melalui produk-produknya.
“Kurang lebih 82% dari portofolio makanan dan minuman dari Unilever Indonesia, sudah memenuhi standar nutrisi tertinggi yang mengacu pada standar WHO,” ujar Ira.
President of Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) Shinta Kamdani mengatakan perusahaan swasta wajib menjadi bagian dalam pembangunan berkelanjutan bersama pemerintah dan masyarakat. “Dalam RPJMN swasta dilibatkan, dalam perencanaan maupun action-nya,” kata Shinta.
Tren keterlibatan swasta dalam program berkelanjutan ini terjadi secara global. Apalagi setelah pandemi yang menjadi alarm bagi semua pihak termasuk sektor swasta untuk bertransformasi yang selaras dengan SDGs. “Jadi kami melihat ini sebagai wake up call, dan bagaimana kami sekarang bisa mengakselerasikan. Karena jelas kepentingannya untuk sustainable bisnis,” kata Shinta.
Shinta mengingatkan bahwa untuk mencapai SDGs hingga 2030 dibutuhkan investasi Rp 10.397 triliun. “Jadi kalau hanya bertumpu pada ABPN tidak mungkin, gap-nya ada sekitar Rp 2.867 triliun untuk bisa mencapai SDGs, kesenjangan pembiayaan ini ada pada infrastruktur, perubahan iklim, keanekaragaman hayati, ketahanan pangan, pendidikan, dan kesehatan,” ujarnya.
Selain itu juga dibutuhkan dukungan non finansial yang bisa diemban oleh sektor swasta. Mulai dari rantai suplai, manajemen yang mengedepankan SDGs dan ekosistem.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Amalia Adininggar Wisyasari mengatakan pentingnya prinsip inklusif dan berkelanjutan sudah disadari sejak sebelum pandemi dan sudah tercantum jelas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024.
Amalia mengatakan untuk mencapai sirkular ekonomi dan juga pembangunan ekonomi hijau, dibutuhkan dukungan dari selurub elemen, khususnya dukungan dari pebisnis. "Kerja sama yang dijalin tidak hanya berkolaborasi dengan sektor bisnis, melainkan perlu adanya kolaborasi yang insentif dari berbagai pihak seperti akademisi, lembaga swadaya masyarakat maupun filantropi," kata Amalia.