Pasar otomotif di Indonesia bakal diramaikan oleh kehadiran mobil listrik. Namun, masih ada sejumlah peluang dan tantangan agen tunggal pemegang merek (ATPM) dalam memasarkan produk tersebut di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (GAIKINDO) Kukuh Kumara menyatakan, selain faktor harga, masalah bahan bakar dan pengisian daya masih menjadi pertimbangan utama konsumen membeli mobil listrik.
Meski secara teknologi kendaraan listrik lebih ramah lingkungan, namun keberadaannya kurang populer di masyarakat.
Terlebih lagi harga jual mobil listrik umumnya lebih mahal dibandingkan mobil konvensional. Menurutnya, kebanyakan masyarakat Indonesia membeli kendaraan dibawah Rp 200 juta. Oleh karena itu, jika harga mobil listrik berharga sekitar Rp 600 juta akan sulit dilirik konsumen.
“Orang beli mobil masih konsen ke harga jual. Sementara kalau mobil listrik ini dijual 3-4 tahun mendatang, harga baterainya mungkin hampir separuh harga mobil,” ujar Kukuh saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat, (27/11).
Berbeda dengan pasar mobil listrik di Tiongkok, yang separuh harganya disubsidi oleh pemerintah sehingga penetrasi pasarnya lebih cepat. Menurut data International Energy Agency (IEA), Tiongkok berada di posisi teratas dalam penggunaan mobil listrik, jauh melampaui Eropa dan Amerika Serikat.
“Langkah ini kan tak mungkin kalau diterapkan di Indonesia. Tapi tahun lalu subsidi mereka pun sudah dikurangi,” kata Kukuh.
Masalah pengisian daya juga menurutnya masih menjadi perhatian konsumen. Sebab mobil listrik memiliki jenis pengisian daya mobil listrik.
Contohnya, jika pengisian daya menggunakan fast charging, tentu daya pakai akan lebih pendek. Oleh sebabnya dia menilai, pengembangan mobil listrik masih memiliki kendala dalam memenuhi ekspektasi konsumen Indonesia.
Meski butuh waktu dalam melakukan penetrasi pasar, sejumlah perusahaan otomotif percaya diri memasarkan produk tersebut di Indonesia.
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy Suwandy mengatakan, penjualan mobil listrik jenis Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) dan Battery Electric Vehicle (BEV) sangat potensial di Indonesia. Bisnis ini menurutnya akan tumbuh bertahap di tengah masyarakat Indonesia.
Belum lama ini perusahaan merilis Toyota Lexus UX 300E seharga Rp 1,245 miliar. Produk ini diluncurkan sebagai salah satu startegi perusaaan berkompetisi di pasar kendaraan listrik. Lexus dinilai memiliki pengalaman dalam produk elektrifikasi.
Adapun produk tersebut ditargetkan untuk masyarakat urban, pasar anak muda dan segmen premium. Menurutnya, segmen ini lebih dulu siap memiliki produk elektrifikasi.
“Sejauh ini, kita sudah banyak menyiapkan HEV dengan model yang diluncurkan melalui brand Toyota dan Lexus. Saya kira ini pasar yang sangat potensial untuk dikembangkan,” ujar Anton.
Pasar mobil listrik pun mulai marak dimasuki sejumlah pemain industri otomotif. Pabrikan asal Korea Selatan, Hyundai sudah memasarkan mobil listrik bernama Ioniq di Indonesia pada awal tahun.
Deputy Marketing Director PT Hyundai Mobil Indonesia Hendrik Wiradjaja mengatakan mobil berjenis sedan liftback itu dijual seharga Rp 569 juta dan berstatus off the road.
Para pembeli harus menunggu tiga bulan untuk membeli mobil tersebut karena didatangkan secara completely build-up (CBU) dari Korea Selatan. “Ioniq sudah diperkenalkan sebelumnya. Kini kami siap melayani peminat yang ada,” kata Hendrik beberapa waktu lalu.
Pada awal September, Nissan meluncurkan SUV kompak bertenaga listrik, yaitu All-New Nissan Kicks e-POWER di Indonesia. Perusahaan otomotif Jepang itu pun berencana menghadirkan mobil listrik LEAF ke Indonesia pada paruh pertama 2021.
Peluncurannya sejalan dengan langkah perusahaan untuk fokus ke segmen kendaraan listrik. "Elektrifikasi akan menjadi salah satu fokus utama kami di Indonesia," ujar Presiden Direktur Nissan Motor Indonesia Isao Sekiguchi kepada Antara
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebelumnya mengungkapkan, kendaraan listrik di Indonesia berpotensi mencapai 10% - 20% dari total pasar.
Pengembangan pasar ini akan lebih ideal jika pemerintah memberikan insentif untuk produksi dan pajak kendaraan listrik. Dengan langkah ini, harga mobil elektrik bisa ditekan menjadi sekitar Rp 400 juta.
Selain insentif, dia juga mendorong pemerintah dan pelaku usaha membuka pasar serta mendukung pembangunan fast charging station.