Efek Samping di Balik Baterai Mobil Listrik

ANTARA FOTO/ Reno Esnir/hp.
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), di kawasan Fatmawati, Jakarta, Sabtu (12/12/2020).
Editor: Yuliawati
16/12/2020, 17.49 WIB

Mobil listrik berbasis baterai digadang-gadang sebagai kendaraan yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang lebih minim. Namun, mobil listrik masih menimbulkan masalah yakni masa pakai baterai yang terbatas dan menyisakan sampah.  

Kepala Departemen Teknik Kelistrikan Universitas Pelita Harapan Henri P. Uranus menyatakan pentingnya industri yang mampu menampung baterai bekas. "Jika kapasitas baterai sudah menurun ada sistem pembeli dapat menukar tambah dengan baterai lain," kata dia

Industri pun dapat memanfaatkan baterai bekas yang sudah terpakai 70% untuk pemanfaatan lain misalnya penerangan lampu jalan. Pada lampu penerangan, baterai bisa bertahan selama 97 jam.

Penggunaan baterai bekas juga meringankan beban lingkungan. "Daripada langsung didaur ulang, baterai bisa untuk penggunaan lain yang membutuhkan baterai, tapi tidak sebesar kendaraan listrik," kata Henri.

VP Planning & New Venture PT Pertamina Persero Ary Kurniawan menyebutkan Indonesia memerlukan suatu ekosistem dalam pengembangan baterai mobil listrik. Bisnis baterai pada kendaraan listrik cukup menantang sehingga memerlukan biaya yang murah. Untuk itu perlu kolaborasi dengan perusahaan yang lebih dulu menjajaki bisnis baterai. “Dalam mengembangkan bisnis baterai, energi listrik juga harus siap,” kata dia.

Tantangan pengembangan baterai mobil listrik di Indonesia lainnya  yakni belum adanya standar pengembangan. Apalagi bisnis ini kemungkinan akan berubah dalam waktu lima tahun. “Kalau standar pengembangan sudah ada, tentu akan jelas mau membangun baterai seperti apa,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Annisa Rizky Fadila