Indonesia-UEA Memulai Perundingan untuk Buka Investasi Sejumlah Sektor

Kementerian Perdagangan
Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi bersama Menteri Negara Perdagangan Luar Negeri Uni Emirat Arab (UAE), Thani bin Ahmed Al Zeyoudi saat penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Undserstanding/MoU) di bidang perdagangan, investasi, dan jasa antara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dengan Federasi Kamar Dagang dan Industri Uni Emirat Arab yang berlangsung di Bogor, Jawa Barat, Kamis (2 Sep).
3/9/2021, 08.05 WIB

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Perdagangan Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Thani bin Ahmed Al Zeyoudi telah memulai Perundingan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Emirat Arab (Comprehensive Economic Partnership Agreement/IUAE-CEPA) pada Kamis (2/9) di Bogor, Jawa Barat. Perundingan tersebut diharapkan bisa meningkatkan peluang ekspor serta investasi kedua negara.

Perundingan putaran pertama IUAE-CEPA akan dilaksanakan pada 2—4 September 2021. Sebelumnya, kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi melalui IUAE-CEPA dicapai pada pertemuan Mendag Lutfi dengan Menteri Thani Al Zeyoudi pada 8 April 2021 dan 30 Maret 2021. 

“Ini adalah upaya sangat penting dan substansial yang dilakukan Indonesia dan UEA untuk meningkatkan perdagangan bilateral yang dapat memberikan manfaat bagi perekonomian kedua negara dan menyejahterakan masyarakat,” kata Lutfi dalam keterangan resminya, Kamis (2/9).

Sebagai kesepakatan yang komprehensif, inisiatif ini akan mencakup akses pasar, aturan untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi, serta kerja sama ekonomi. Kedua negara sepakat jika CEPA harus menjadi platform ekonomi yang andal dan inklusif yang akan mengangkat berbagai sektor bisnis dari semua skala, dari perusahaan multinasional hingga usaha kecil dan menengah.

Lutfi menjelaskan, ada tiga hal utama yang menjadikan CEPA penting bagi Indonesia dan UEA. Pertama, secara historis, CEPA adalah perundingan pertama Indonesia dengan negara di kawasan Teluk, begitu pula bagi UEA, ini merupakan kemitraan ekonomi komprehensif dengan Indonesia.

Kedua, Indonesia dan UEA sebagai dua kekuatan ekonomi utama perlu mempererat kerja sama sehingga dapat saling melengkapi. Terutama, di masa pandemi yang penuh tantangan ini, dibutuhkan terobosan baru untuk saling mendorong ekonomi kedua negara.

 Dan yang ketiga, CEPA diharapkan bukan sekadar kemitraan/kerja sama pemerintah dengan pemerintah (GtoG) tetapi juga antar-pelaku usaha (BtoB) dan masyarat kedua negara. CEPA akan semakin membangun kepercayaan kedua negara untuk lebih meningkatkan perdagangan dan investasi, serta meningkatkan intensitas pertemuan untuk kerja sama yang berkelanjutan.

IUEA-CEPA juga diharapkan bisa secara signifikan mendorong peningkatan produktivitas, inovasi, penciptaan lapangan kerja, kolaborasi bisnis, dan berkontribusi pengentasan kemiskinan bagi kedua belah pihak.

“Saya berharap putaran pertama perundingan akan membawa hasil yang bermanfaat. Mari dukung negosiator kita untuk bekerja dengan cepat dan menyelesaikan CEPA dalam waktu satu tahun. Saya percaya IUAE-CEPA akan menjadi dasar bagi pemulihan ekonomi di kedua negara dan meningkatkan peran dalam rantai pasokan global,” kata Mantan Dubes AS tersebut.

Sementara itu, Menteri Thani Al Zeyoudi mengatakan, hubungan bilateral UEA yang sudah berlangsung lama dengan Indonesia berdasarkan pada ikatan budaya yang erat dan komitmen bersama untuk memungkinkan pembangunan ekonomi yang lebih besar dan kemakmuran rakyat kedua negara.

“IUAE-CEPA dibangun di atas hubungan ekonomi yang kuat antara UEA dengan Indonesia. IUAE-CEPA akan menjadi dasar bagi kemitraan yang lebih erat untuk kemajuan bersama dengan menciptakan berbagai peluang baru, menarik investasi dan tenaga kerja yang lebih besar, serta mengakselerasi pemulihan ekonomi global,” kata dia.

Dorong Sektor Halal, UKM, dan Niaga Elektronik

Dalam peluncuran perundingan IUAE-CEPA, Mendag menjelaskan terbukanya kemungkinan untuk mendorong dua sektor penting, yaitu halal dan niaga elektronik (e-commerce). Berdasarkan laporan The State of Global Islamic Economic 2020—2021, diperkirakan pertumbuhan pasar halal global mencapai US$ 2,4 triliun pada 2024 dengan tingkat pertumbuhan tahunan kumulatif (Commulative Annual Growth Rate/CAGR) lima tahun sebesar 3,1%.

“Terkait dengan halal, saya bercita-cita membangun industri halal kolaboratif yang kuat antara Indonesia-UEA. Tidak hanya untuk pasar kedua negara, tetapi juga untuk dunia. Kedua negara termasuk negara terkemuka dalam industri halal global, sehingga masalah halal menjadi salah satu prioritas utama dalam persetujuan ini,” ujarnya.

Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut mengatakan  saat ini e-commerce menjadi garda terdepan dalam perdagangan. Meskipun belum ada konsensus internasional mengenai pengaturan e-commerce namun perlu didorong terciptanya lingkungan bisnis yang kondusif agar niaga-el dapat semakin maju. Niaga-el dapat mendorong perdagangan barang dan jasa yang pada akhirnya membuka peluang dan kesempatan bagi para pelaku UKM untuk memperluas pasar ke mancanegara.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi