Harga tiket pesawat melonjak tajam baik di dalam maupun luar negeri. Setidaknya ada tiga penyebab utama dari kenaikan harga tiket tersebut.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno mengatakan, harga tiket pesawat yang tinggi dapat memperlambat pertumbuhan sektor pariwisata. Namun demikian, dia optimistis bahwa minat masyarakat untuk berwisata tetap tinggi.
"Jadi kalau memang sudah niat pergi pasti tetap akan pergi. Hanya bagi yang masih mempertimbangkan budget, jadi akan pindah destinasi atau naik pesawat yang lebih murah," katanya, Selasa (31/5).
Pauline juga mengungkap tiga alasan utama harga tiket pesawat melambung tinggi:
1. Kenaikan harga Avtur
Avtur merupakan jenis bahan bakar yang digunakan untuk pesawat. Kenaikan harga avtur dipengaruhi oleh melambungnya harga minyak dunia.
Menurut Pauline, kenaikan harga avtur sangat berdampak pada harga tiket pesawat luar negeri. Misalnya saja harga tiket pesawat Jakarta-Singapura bisa mencapai Rp 8 juta lebih.
"Paling terlihat nyata (dampak kenaikan avtur adalah) rute Singapura karena kebetulan rute ini destinasi favorit orang Indonesia," katanya.
Sementara untuk rute domestik, kenaikannya dapat diredam karena ada ketentuan tarif batas atas dan bawah yang diatur Kementerian Perhubungan. Dengan demikian, harga tiket domestik tidak bisa melebihi tarif batas atas yang sudah ditentukan.
Meskipun demikian, saat ini Kementerian Perhubungan telah mengizinkan maskapai penerbangan untuk mengenakan fuel surcharge sejak 18 April 2022. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Fuel surcharge adalah biaya yang digunakan untuk menutupi selisih harga avtur karena adanya kebijakan tarif batas atas oleh pemerintah. Biaya fuel surcharge inilah yang dibebankan pada konsumen sehingga harga tiket bisa lebih mahal.
2. Frekuensi penerbangan berkurang
Pandemi Covid-19 menyebabkan pemerintah di berbagai negara membatasi mobilitas warganya. Kebijakan itu memukul industri penerbangan.
Untuk efisiensi, maskapai mengurangi frekuensi penerbangan. Bahkan beberapa rute yang dinilai bukan favorit ditutup untuk sementara.
Pauline mencontohkan maskapai Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Singapura. Sebelumnya maskapai tersebut memiliki delapan penerbangan setiap hari. Kini jumlah penerbangannya hanya sekali sehari. Begitu juga dengan Singapore Airlines maksimal hanya empat penerbangan sehari.
3. Minim Promo
Sebelum pandemi Covid-19, maskapai penerbangan sering mengeluarkan program tiket pesawat dengan harga promo. Harga tiket promo ini kerap diburu wisatawan karena sangat terjangkau.
Namun hingga saat ini, belum banyak maskapai yang memberikan harga tiket promo. "Sudah agak lama maskapai tidak buka harga di cluster promo," kata Pauline.
Melansir dari airportspotting.com, maskapai penerbangan nasional UEA, yakni Etihad Airways, tercatat menjual tiket pesawat termahal sedunia dengan harga sekitar Rp916,8 juta per orang.