Kementerian Perdagangan atau Kemendag mendalami temuan Badan Pangan Singapura yang menyebutkan ekspor babi hidup dari Pulau Bulan, Batam, positif mengidap virus flu Afrika atau African Swine Fever (ASF). Indonesia mengalami kerugian dengan kasus tersebut.
"Kami mendalami dulu penemuannya seperti apa, dan kita akan lakukan cek ke produsen yang ditemukan virus itu," ujar Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat pada Kamis, (4/ 5).
Pemerintah Singapura telah memberhentikan sementara impor babi hidup dari Indonesia. Penghentian impor tersebut membuat Indonesia kehilangan pendapatan ekspor. Selama ini, Indonesia menyuplai 15% kebutuhan daging babi untuk warga Singapura.
Didi mengatakan kasus ini seharusnya tidak terjadi jika importir mengikuti alur pengecekan sebelum mengirim atau mengekspor babi tersebut. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai prosedur impor yang telah ditentukan oleh negara tujuan.
"Tentu langkah tersebut untuk meminimalisir kerusakan produk akibat virus maupun faktor lainnya," kata Didi.
Kemendag akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk melakukan pengawasan terhadap wilayah peternakan di Pulau Bulan, Batam itu. Sehingga, kasus virus flu ASF pada babi itu tidak terjadi lagi.
"Jadi pemerintah akan melakukan pengetatan batas zonasi sehingga tidak ada babi hidup yang keluar dari Batam, jangan sampai penularannya makin luas," tegas Didi.
Badan Pangan Singapura menemukan virus ASF pada bangkai babi di rumah pemotongan hewan di Jurong, Singapura. Saat melakukan pengecekan, babi hidup yang disembelih itu berasal dari Indonesia.
Oleh sebab itu, Singapura memilih untuk menghentikan impor babi hidup dari Indonesia, agar virus tersebut tidak menular dan menyebar. Padahal pasokan dari Tanah Air menyuplai sebanyak dua pertiga dari pasokan daging babi yang baru disembelih di Singapura.
Menurut Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2021, populasi babi di Indonesia pada 2021 mencapai 8,01 juta ekor. Dari seluruh populasi tersebut, total daging babi yang diproduksi mencapai 323,67 ribu ton.
Produksi daging babi terbesar berasal dari Bali yang mencapai 201,4 ribu ton pada 2021. Posisi kedua ditempati Sulawesi Utara dengan produksi daging babi sebanyak 27,2 ribu ton.
Kemudian produksi daging babi di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 26,8 ribu ton, Sumatera Utara 12,17 ribu ton, dan Kalimantan Barat 11,08 ribu ton.
Menurut Kementerian Pertanian, usaha peternakan babi bersifat prolific atau produktif karena induknya mampu menghasilkan banyak anak setiap kelahiran.
Babi juga menjadi hewan ternak yang paling efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Setiap 3,6 kg pakan babi bisa menghasilkan 1 kg bagian daging yang dapat dikonsumsi.