Semburan api di rest area KM 86 tol Cikopo-Palimanan atau tol Cipali belum juga padam sejak kejadian pertama pada Rabu (26/4). Semburan api tersebut berasal dari sumur bor air tanah di Subang, Jawa Barat.

Traffic & Security Management Department Head PT Astra Tol Cipali, Prayogi Setyo Pratomo mengatakan semburan api yang terjadi di rest area Cipali tersebut hingga saat ini masih menyala. Untuk itu, pihaknya bersama Kementerian ESDM dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah masih terus berkoordinasi mencari cara agar bisa mengalihkan semburan api tersebut. 

"Posisinya saat ini masih menyala api nya. Kami masih cari cara untuk mengalihkan api nya, tapi tidak memadamkan. Teknisnya masih dibicarakan,"  ujar Prayogi saat ditemui awak media di Kementerian PUPR, Rabu, (10/5).

Dia menyampaikan, saat ini pihaknya masih menunggu koordinasi dengan pihak yang terkait, "Kami sedang menunggu koordinasi. Minggu depan akan ada action yang akan dilakukan," kata dia.

 Sementara itu, Astra Tol Cipali akan memberikan kompensasi pada pemilik tenant yang terdampak kejadian semburan api tersebut. Para pemilik tenant masih tetap bisa menjual dagangan makanan atau minumannya, namun kepada para petugas yang ada di lokasi kejadian.

"Jadi sebenarnya mereka tetap menghasilkan makanan dan minuman, namun di supply langsung untuk petugas-petugas yang standby di 86, sembari menunggu sampai tenantnya bisa dibuka kembali," ujar Prayogi saat ditemui awak media di Kementerian PUPR, Rabu, (10/5).

Awal Mula Terjadi Semburan Api

Kejadian ini bermula saat para pemudik yang tengah beristirahat di rest area atau area peristirahatan 86b di Jalan Tol Cipali dikejutkan dengan munculnya semburan api yang menjulang hingga beberapa meter ke udara pada Rabu (26/4).

Badan Geologi Kementerian ESDM menyebut semburan api berasal dari sumur bor air tanah. Penyelidik Bumi dari Pusat Survei Geologi Iwan Sukma mengatakan fenomena ini merupakan fenomena geologi yang sudah umum terjadi karena wilayah Jawa Barat bagian utara merupakan wilayah produksi minyak.

Fenomena yang terjadi ini dugaan sementara penyebabnya adalah adanya kebocoran atau rembesan gas yang keluar dari permukaan di daerah ini. Meski demikian belum dapat dipastikan penyebab terjadinya kebocoran gas ini.

“Harus diselidiki lebih lanjut penyebab berkurangnya tekanan. Selain itu, untuk memastikan jenis gas yang menyembur di lokasi tersebut, apabila telah memungkinkan akan diambil sampel gasnya untuk mengetahui jenis gas tersebut apakah gas biogenic atau thermogenic,” ujar Iwan dikutip dari Instagram @kabargeologi, Kamis (27/4).

Sementara itu dari sisi air tanah dan geologi lingkungan, Fungsional Penyelidik Bumi PATGTL, Wahyudin, mengungkapkan bahwa geologi tata lingkungan melihat dari sisi pengaturan pengambilan air tanah melalui sumur bor.

Informasi awalnya adalah ini kedalaman sumur bor 100 meter yang sudah berizin tahun 2020. Tapi izin air tanahnya sudah kadaluarsa dan berdasar informasi lapangan karena debit air kurang dari pengelola mengganti pompa baru dan menambah 5 Pka. Pada 15 April saat terpasang pompa baru dan sudah ada semburan air berbau belerang.

Reporter: Nadya Zahira