Penjualan produk lokal yang lewat e-commerce maupun social commerce seperti Shopee hingga Tiktok, disinyalir relatif terbatas. Barang yang dijajakan di lapak online lebih banyak disokong oleh produk asing. Salah satu indikasinya impor barang konsumsi terus mengalami peningkatan sejak 2015 hingga kini.

Peneliti Center of Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economic and Finance atau INDEF, Izzudin Al Farras, mengatakan sebanyak 74 persen produk yang dijual di lapak online tidak diproduksi sendiri. Hal ini turut mendorong impor barang konsumsi terus mengalami peningkatan setelah e-commerce meldak pada 2015-2016 dan di saat pandemi.

"Bahkan, dalam dua tahun lalu, peningkatan impor barang konsumsi mencapai sekitar 20 persen dibandingkan pada 2020," ujatrnya dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (28/7).

INDEF juga melaporkan jika produk lokal terus mengalami ancaman dari produk impor, khususnya produk asal Cina. Dia mencontohkan produk kecantikan dan perawatan diri asal Cina, misalnya Skintific dan The Originote,  sudah mulai menyalip merek asli Indonesia seperti Scarlett dan Ms Glow pada awal 2023.

Padahal pada Mei 2022 penjualan kedua merek asal Cina masih sangat jauh dibanding merek lokal.

Izzudin Al Farras,  mengatakan hal itu disebabkan produk asal Cina tersebut selalu ada dibagian flash sale di TikTok yang mudah dilihat oleh pengguna. Tak hanya itu, iklan produk kecantikan dan perawatan diri asal Cina ini juga selalu muncul atau For Your Page atau FYP meski pengguna tidak mencari produk tersebut.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ada tiga hal yang perlu diatur oleh pemerintah agar produk lokal, khususnya produk UMKM bisa juara di pasar digital Indonesia. Pertama yaitu melarang penjualan ritel online lewat cross border commerce. Dia mengatakan, ritel dari luar negeri tidak boleh lagi menjual produknya langsung ke konsumen. 

"Mereka harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu, setelah itu baru boleh menjual barangnya di pasar digital Indonesia. Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal dan lain sebagainya," kata Teten.

Kedua, Teten melarang platform digital untuk menjual produk sendiri atau produk yang berasal dari afiliasinya. Dengan begitu, pemilik platform digital tidak akan mempermainkan algoritma yang dimilikinya.

"Kalau mereka jualan produk sendiri atau produk dari afiliasi bisnisnya, algoritmanya akan diarahkan ke barang-barang mereka sehingga konsumen di pasar digital hanya akan membeli dagangan mereka saja. Percuma saja walau UMKM sudah onboarding," ujarnya.

Ketiga, Teten melarang adanya impor untuk produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar tidak lagi mengimpor barang-barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Selain itu, dia meminta pemerintah untuk segera mengatur tentang harga barang yang bisa diimpor ke Indonesia. Menurut dia, hanya barang yang harganya berada di atas US$ 100 yang nantinya diperkenankan masuk ke Indonesia. 

Teten mengatakan, permintaannya itu sudah dibahas dengan Kementerian Perdagangan. Hanya saja, hingga saat ini aturan tersebut belum juga terbit.

"Aturan ini sudah dibahas dengan Kemendag, sejak zaman Pak Luthfi. Seharusnya sekarang sudah harmonisasi aturan, bahkan harusnya sudah terbit," kata dia.

Teten mengatakan, aturan ekonomi digital Indonesia perlu segera diperbaiki karena ekonomi digital berkembang begitu cepat. Pemerintah pun perlu merespon perkembangan ini dengan secepatnya agar pasar digital Indonesia tidak dikuasai oleh negara asing.

"Kita perlu belajar dari India, Inggris, dan negara-negara lainnya. Kalau kita terlambat membuat regulasi maka pasar digital Indonesia akan dikuasai produk dari luar, terutama dari China yang bisa memproduksi barang dengan begitu murah, yang harganya tidak masuk akal," tegas Teten.

Alasan Belanja di Tiktok Shop

Adapun survei digital dari Telkomsel, tSurvey.id, mengungkapkan sejumlah alasan konsumen di Indonesia memilih TikTok Shop untuk berbelanja ketimbang platform lainnya.  

Hasilnya, mayoritas karena produk yang dijual di TikTok Shop memiliki harga yang relatif lebih murah dan banyak diskon.

“Alasan responden memilih belanja di TikTok karena harganya relatif murah, sebanyak 76,75%,” demikian dikutip dari hasil survei tSurvei.id, Rabu (15/3/2023).

Terdapat promo dan voucer yang menarik di TikTok Shop menjadi alasan berikutnya konsumen memilih belanja online di fitur tersebut yakni sebanayk 65%. Kemudian, sebanyak 52% responden mengatakan bahwa penjalasan dari host yang menarik menjadi alasan mereka berbelanja di TikTok Shop.

Ada pula responden yang tertarik berbelanja di TikTok Shop karena fiturnya mudah digunakan (41,25%). Alasan lainnya karena iklan produk terus muncul di beranda (38%), host menjelaskan produk dengan menarik saat live (34%), percaya TikTok Shop aman (31,5%), dan meyakini penjual TikTok Shop terpercaya (28,75%).

Reporter: Nadya Zahira