Larangan Ekspor Beras di India Potensi Kerek Inflasi Pangan Global

ANTARA FOTO/Yudi/nym.
Sejumlah pekerja mengangkut beras dalam karung di gudang Bulog Medan, Sumatera Utara, Jumat (21/7/2023).
Penulis: Yuliawati
29/8/2023, 17.05 WIB

India melarang ekspor beras ke negara mitranya. Langkah ini dikhawatirkan memberikan dampak terhadap kenaikan harga atau inflasi pangan dunia.

Lebih dari tiga miliar orang di seluruh dunia bergantung pada beras sebagai makanan pokok dan India menyumbang sekitar 40% ekspor beras global.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB mencatat pengumuman larangan ekspor ini membuat harga beras melonjak mendekati level tertinggi dalam 12 tahun. Kenaikan harga tak berlaku pada beras basmati, yang merupakan varietas beras paling terkenal dan berkualitas tinggi di India.

Para ekonom mengatakan larangan tersebut menambah deret masalah gangguan pasokan pangan global. Gangguan pangan global bermasalah sejak invasi Rusia ke Ukraina hingga anomali cuaca El Niño.

“Larangan ekspor terjadi pada saat negara-negara sedang berjuang dengan utang yang tinggi, inflasi pangan, dan penurunan depresiasi mata uang,” kata Arif Husain, kepala ekonom di Program Pangan Dunia PBB (WFP), dikutip dari CNN, Selasa (29/8). “Ini meresahkan semua orang.”

Dampak dari larangan beras ini paling banyak dirasakan masyarakat dari negara-negara miskin. “[Beras, gandum dan tanaman jagung] merupakan makanan terbesar yang dikonsumsi oleh masyarakat miskin di seluruh dunia,” kata Arif.

Larangan ekspor India itu membuat harga beras di Nepal mengalami lonjakan harga. Harga beras di Vietnam juga mengalami kenaikan yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade.

Asosiasi Eksportir Beras Thailand mengatakan eksportir beras terbesar kedua di dunia setelah India, juga mengalami lonjakan harga beras dalam negeri secara signifikan dalam beberapa pekan terakhir.

Dana Moneter Internasional (IMF) mendorong India untuk menghapus pembatasan tersebut. Kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, mengatakan dampak kebijakan India ini “kemungkinan akan memperburuk” ketidakpastian inflasi pangan.

“Kami akan mendorong penghapusan pembatasan ekspor semacam ini karena dapat merugikan secara global,” kata Gourinchas, dikutip dari CNN. 

El Nino Bikin Gagal Panen di India hingga Indonesia

Pemerintah India melarang ekspor beras setelah panen di negara tersebut gagal karena banjir besar. Organisasi Meteorologi Dunia bulan lalu memperingatkan pemerintah India harus bersiap menghadapi cuaca yang lebih ekstrem sebagai dampak El Niño.

El Nino merupakan pola iklim alami di Samudera Pasifik tropis yang membawa suhu permukaan laut lebih hangat dari rata-rata dan mempunyai pengaruh besar terhadap cuaca di seluruh dunia.

Seperti halnya India, Indonesia pun menghadapi potensi gagal panen sebagai dampak siklus El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan puncak siklus El Nino terjadi mulai Agustus sampai Oktober 2023. Prediksi lain menyebutkan fenomena berlanjut hingga Februari 2024.

Posisi geografis Indonesia cukup unik, diapit oleh dua samudera, sehingga saat terjadi El Nino, ada wilayah yang akan terdampak kekeringan ekstrem, tapi ada juga wilayah yang justru akan mengalami banjir.

Kombinasi kekeringan dan kebanjiran ini dapat menyebabkan gagal panen. Periode Januari hingga Juli 2023, tercatat 20.255 hektare (ha) lahan padi mengalami kekeringan dan 469 ha dinyatakan gagal panen, sedangkan 14.000 ha lahan padi terkena banjir dan 1.800 ha di antaranya sudah puso alias gagal panen.

Stok Beras di Indonesia Apakah Aman?

Gagal panen di Indonesia membuat kekhawatiran melesetnya target produksi beras nasional sebanyak 46,84 juta ton pada 2024. BPS mengumumkan produksi beras periode Januari – September 2023 diperkirakan 530.000 ton lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sejauh ini pemerintah menempuh beberapa langkah seperti memfasilitasi infrastruktur perairan. Langkah yang disiapkan yakni 223 bendungan dengan total volume air 6,7 miliar meter kubik (m3) dan volume pemanfaatan air 4,37 miliar m3 sebagai salah satu infrastruktur penunjang ketersediaan air.

Upaya lain adalah memperluas areal tanam. Dalam hal ini gerakan kejar tanam (gertam) diperhitungkan demi ketahanan pangan hingga akhir 2024. Mengapa sampai akhir tahun depan? Hal ini terkait prediksi bahwa dampak El Nino 2023 terhitung panjang karena pada Februari 2024 diperkirakan masih ada El Nino.

Terdapat enam wilayah yang dipersiapkan untuk gertam, yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi. Kemudian terdapat empat provinsi pendukung yaitu Lampung, Banten, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Pemerintah juga menambah pasokan dengan impor beras. Hingga kini, impor beras yang telah direalisasikan oleh Bulog sebanyak 1,6 juta ton beras dari total penugasan 2,3 juta ton. Total penugasan ini terdiri atas 300 ribu ton dari sisa penugasan pada 2022 dan 2 juta ton dari penugasan 2023.

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyatakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 1,6 juta ton akan digunakan untuk penyaluran bantuan pangan dan stabilisasi harga.

“Kami sampaikan bahwa stok beras di Bulog ada dan cukup untuk bantuan pangan dan stabilisasi harga, jumlah 1,6 juta ton beras secured sesuai arahan Bapak Presiden dalam ratas sebelumnya.” ujar Kepala Bapanas Arief di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (29/8).

Ia mengatakan stok CBP akan terus bertambah seiring penyerapan gabah/beras yang terus dilakukan oleh Bulog.

Melalui stok beras yang tersedia tersebut, Arief meminta masyarakat untuk belanja bijak membeli bahan pangan secukupnya untuk keperluan sehari hari.

“Kami mengimbau kepada masyarakat untuk belanja bijak sesuai keperluan dan stop boros pangan. Saya tegaskan bahwa stok beras yang ada di Perum Bulog aman dan cukup untuk keperluan bantuan pangan dan stabilisasi harga,” ujarnya.

Reporter: Antara