Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meramalkan nilai ekspor turunan nikel dapat mencapai US$ 60 miliar atau sekitar Rp 927,84 triliun secepatnya pada 2025. Hal tersebut disebabkan oleh hilirisasi nikel menjadi mobil listrik atau EV.

Luhut memaparkan nilai ekspor nikel dan turunannya secara tahun berjalan telah mencapai US$ 19,47 miliar atau setara Rp 301 triliun. Tahun lalu, nilai ekspor nikel dan turunannya mencapai US$ 34,28 miliar atau Rp 530,1 triliun.

"Mayoritas turunan nikel masih besi dan baja. Pada 2025-2026 mungkin bisa menjadi baterai lithium dan mobil listrik, angka nilai ekspor nikel dan turunnya bisa US$ 50 miliar sampai US$ 60 miliar," kata Luhut dalam Katadata Sustainability Action for The Future Economy Forum (SAFE) 2023 di Grand Ballroom, Jakarta, Selasa (26/9).

Luhut mengatakan, nilai ekspor nikel dan turunannya hanya senilai US$ 3 miliar pada 2015. Artinya, Luhut memproyeksikan nilai ekspor nikel dan turunannya dapat naik hingga 20 kali lipat secepatnya pada 2025 akibat hilirisasi.

Menurut Luhut, program hilirisasi membuat perekonomian nasional lebih baik dan stabil. Hal tersebut tercermin dalam pemerataan pembangunan di dalam negeri.

Luhut mencatat investasi asing di luar Pulau Jawa kini telah lebih tinggi atau hingga 58% pada 2022. Hal tersebut mendorong industrialisasi di beberapa daerah, seperti di Morowali, Sulawesi Tengah dan Halmahera, Maluku Utara.

Walau demikian, Luhut mengakui pertumbuhan perekonomian tersebut menemui beberapa tantangan, contohnya penyerapan tenaga kerja lokal. Luhut mengakui penambahan investasi di luar Pulau Jawa masih menggunakan tenaga kerja asing, contohnya dari Cina.

Menurut dia, hal tersebut disebabkan oleh minimnya kemampuan sumber daya manusia lokal. Oleh karena itu, daerah dengan investasi tinggi mulai mendirikan politeknik dan spesialisasi pendidikan di bidang metalurgi.

"Enggak ada yang disalahkan, tapi itu fakta di lapangan. Supir truk berat saja enggak ada, itu harus dilatih dan memakan waktu," ujarnya.

Perluas Hilirisasi

Luhut mengatakan pemerintah akan memperluas program hilirisasi ke komoditas lain, seperti bauksit, tembaga, timah, rumput laut, dan minyak kelapa sawit. Luhut memaparkan nilai perekonomian nasional dapat bertambah US$ 139,51 miliar dengan hilirisasi bauksit, tembaga, timah, dan rumput laut pada 2040.

Artinya, pendapatan kotor per kapita dapat menembus US$ 15.000 per tahun pada 2041. Namun Luhut menilai proyeksi tersebut masih konservatif.

 Adapun, Luhut memproyeksikan pendapatan per kapita nasional dapat mencapai US$ 15.000 per tahun atau menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2038.  "GDP kita pada waktu 10 tahun dari sekarang bisa mencapai US$ 3,5 triliun," ujarnya.

Salah satu program hilirisasi selanjutnya yang menjadi fokus pemerintah adalah dalam komoditas pasir silika.  Secara khusus, Luhut menyinggung program hilirisasi pasir silika di Pulau Rempang menjadi panel surya. Luhut  mengakui ada tantangan teknis dalam realisasi investasi tersebut terkait warga eksisting di wilayah penanaman investasi.

Luhut menjadwalkan realisasi investasi Xin Yi Group di Pulau Rempang dimulai pada awal 2024. Saat ini, tahapan proses realisasi investasi baru pada tahap pergeseran masyarakat yang menempati lahan investasi.

Dia menargetkan pergeseran penduduk tersebut secepatnya rampung pada akhir tahun ini. Jika tidak terjadi, Luhut menyampaikan pemindahan penduduk tersebut selambatnya selesai pada Februari 2024.

"Setelah itu groundbreaking realisasi investasi Xin Yi Group. Bisa saja realisasi investasinya terjadi awal tahun depan," ujarnya.

Luhut menyampaikan komitmen Xin Yi Group dalam merealisasikan investasi tersebut cukup bagus. Saat ini perusahaan asal China itu berencana melakukan investasi senilai US$ 11,56 miliar atau setara Rp 381 triliun di Pulau Rempang.




Reporter: Andi M. Arief

SAFE Forum 2023 akan menghadirkan lebih dari 40 pembicara yang akan mengisi 15 lebih sesi dengan berbagai macam topik. Mengangkat tema "Let's Take Action", #KatadataSAFE2023 menjadi platform untuk memfasilitasi tindakan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan yang disatukan oleh misi menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih hijau. Informasi selengkapnya di sini.