Perang Israel dan Hamas telah berlangsung lebih dari tiga pekan dan membunuh ribuan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak. Seruan untuk memboikot produk-produk yang mendukung Israel pun kembali ramai.
Aksi ini dipopulerkan melalui gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) yang sudah dimulai sejak 2005. Langkah untuk ramai-ramai memboikot kembali diserukan di tengah perang yang kembali pecah di Timur Tengah.
Mengutip situs BDS, gerakan boikot, divestasi, dan sanksi adalah gerakan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan yang dipimpin Palestina. BDS menjunjung tinggi prinsip sederhana bahwa warga Palestina berhak atas hak yang sama seperti umat manusia lainnya.
Menurut mereka, Israel menduduki dan menjajah tanah Palestina, melakukan diskriminasi terhadap warga Palestina di Israel dan menolak hak pengungsi Palestina untuk kembali ke rumah mereka. Gerakan ini terinspirasi oleh gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan.
Komite Nasional Palestina mendorong konsumen untuk memboikot beberapa produk yang terkait atau mendukung Israel, antara lain:
- Hewlett Packard
- Amazone
- JBC
- Volvo
- Hyndai
- Chevron
- AXA
- Puma
- Carrefour
- Booking.com
- Barclays
- Expedia
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengesahkan resolusi untuk merespons perang Israel-Palestina pada Jumat (27/10/2023). Resolusi itu disetujui oleh 120 negara.
"Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi besar tentang krisis di Gaza, menyerukan adanya gencatan senjata demi kemanusiaan (humanitarian truce) dengan segera, jangka panjang, serta berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan," kata tim publikasi PBB di situs UN News.
Dalam resolusi tersebut, Majelis Umum PBB menuntut agar semua pihak dalam perang Israel-Palestina mematuhi hukum kemanusiaan serta prinsip hak asasi manusia internasional, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan warga dan objek sipil.
Resolusi itu juga mendesak adanya perlindungan terhadap pekerja kemanusiaan, orang-orang yang tidak mampu berperang, serta mendesak pembukaan fasilitas dan akses bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza.
"Lebih jauh lagi, resolusi ini menyerukan agar Israel, sebagai 'negara yang menduduki' (occupying power), membatalkan perintahnya terkait evakuasi warga sipil Palestina, staf PBB, dan pekerja kemanusiaan dari Jalur Gaza bagian utara," kata tim publikasi PBB di situs UN News.
Kendati sudah menyerukan dan mendesak berbagai hal, resolusi tersebut belum mampu menghentikan serangan militer Israel, serta tak ampuh mencegah terbunuhnya warga Palestina. Menurut data yang dihimpun United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), sejak resolusi Majelis Umum PBB disahkan pada Jumat (27/10/2023) sampai Senin (30/10/2023), warga Palestina yang tewas bertambah sekitar 996 orang.
"Pada 30 Oktober 2023, operasi militer darat Israel yang signifikan di Gaza berlanjut selama empat hari berturut-turut, bersamaan dengan pemboman yang intens," kata OCHA dalam laporannya, Senin (30/10/2023).