Staedtler Noris Gmbh menegaskan belum ada keputusan terkait wacana penutupan pabrik dan hengkangnya perusahaan pensil asal Jerman tersebut dari Indonesia. Namun, menurut Kuasa Hukum Staedtler Noris Gmbh Todung Mulya Lubis, kasus pemindanaan tiga perwakilan Staedler Noris oleh partner lokal mereka, PT Asaba Utama Corporatama atau AUC dapat menjadi pemantik.
"Memang ada surat yang menginformasikan kemungkinan Staedtler Noris untuk memindahkan pabriknya ke Amerika Selatan, tapi sampai detik ini belum ada putusan pindah itu dieksekusi," kata Todung dalam konferensi pers, Kamis (23/11).
Menurut dia, kliennya sebenarnya bersedia menambah investasi di Indonesia. Namun, hal tersebut sulit dilakukan lantaran sengketa pidana dengan partner lokalnya, PT Asaba Utama Corporatama atau AUC. Todung mengatakan, Staedtler Noris mengutamakan investasi di negara yang menjunjung kepastian hukum.
Ia pun menegaskan, kepastian hukum oleh negara akan menentukan investasi Staedtler Noris. Staedtler Noris saat ini memiliki enam fasilitas produksi, yakni empat unit di Jerman, satu unit di India, dan satu unit di Indonesia.
Staedtler Noris Gmbh berpartner dengan AUC dalam mendirikan PT Staedtler Indonesia atau PTSI. Mayoritas saham digenggam Staedtler Noris Gmbh yakni mencapai 74,95%, sedangkan sisanya 25,05% kuasai AUC.
Walau demikian, Kuasa Hukum Staedtler Noris Maqdir Ismail mengatakan posisi Presiden Direktur PTSI saat ini ditempati oleh Direktur Utama AUC. Selain itu, Maqdir mencatat AUC merupakan distributor tunggal Staedtler Noris di dalam negeri.
"Jadi, kalau mereka mengatakan bahwa ada potensi kerugian dari kasus pidana ini, bagaimana bisa?" kata Maqdir.
Maqdir mengatakan, Staedtler Noris telah menyediakan dana yang cukup untuk perluasan investasi di dalam negeri. Oleh karena itu, menurut dia, isu terkait rencana Staedtler Noris hengkang dari dalam negeri tidak sepenuhnya benar sepanjang iklim investasi dinilai nyaman.
Namun, menurut Maqdir, sikap Staedtler Noris dalam berinvestasi di Indonesia dapat berubah karena kasus tersebut. "Sekarang Staedtler Noris tidak mendapat perlindungan dari negara. Mereka membiarkan aparat penegak hukum diam terhadap kesulitan investor," ujarnya.
Kasus Pidana RUPSLB
Maqdir menjelaskan, Staedtler Noris harus mengutus perwakilan lantaran perusahaan pensil asal jerman tersebut tidak memiliki perwakilan di susunan direksi maupun komisaris.Presiden Direktur saat ini diduduki oleh Direktur Utama AUC Dionesius Setiabudi, sedangkan direktur yang Staedtler Noris di PTSI diduga sudah membelot ke kubu AUC.
Kondisi tersebut, menurut Maqdir, membuat Staedtler Noris menganggap tidak memiliki perwakilan di PTSI meski berstatus sebagai pemegang saham mayoritas. Dalam upaya memasang perwakilan, Staedtler Noris mengajukan RUPSLB pada tahun lalu. Agenda RUPSLB tersebut adalah mengganti Presiden Direktur PTSI dengan orang pilihan Staedtler Noris.
Namun keputusan agenda tersebut akhirnya ditentukan oleh Dionesius lantaran suara di susunan direksi imbang. Menanggapi tersebut, dua advokat yang diutus Staedtler Noris mengumumkan pada RUPSLB tersebut untuk melanjutkan RUPSLB tanpa kehadiran jajaran direksi maupun komisaris di gedung yang sama.
"Anggaran Dasar PTSI mengatakan kalau tidak ada jajaran direksi dan komisaris, maka RUPS bisa dipimpin oleh perwakilan yang ditunjuk pemegang saham," kata Maqdir.
Maqdir menceritakan perwakilan Staedtler Noris sepakat mengangkat Zuhesti sebagai pemimpin RUPSLB dan mengangkat Rudi sebagai Presdir PTSI. Maqdir menyampaikan, hasil RUPSLB yang telah disahkan oleh notaris tersebut kemudian dinilai AUC sebagai dokumen palsu dan digunakan untuk mempidanakan tiga perwakilan Staedler Noris Gmbh.
Adapun berdasarkan keterangan resmi yang dipublikasikan di sejumlah media, AUC menilai agenda RUPSLB tersebut merupakan bagian rencana likuidasi PTSI oleh Staedtler Noris. Adapun, AUC menyatakan ketiga perwakilan Staedtler Noris tidak melanjutkan RUPSLB, tapi walk-out dan membuat RUPSLB ditutup.
Oleh karena itu, AUC menilai dokumen hasil RUPSLB yang dilanjutkan perwakilan Staedtler Noris sebagai dokumen palsu. Alhasil, AUC melaporkan ketiga perwakilan tersebut ke Kepolisian dengan tuduhan memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.
Direktur Utama AUC Dionesius Setiabudi mengatakan kasus tersebut kini dalam tahap kasasi. Dionesius berharap agar hasil persidangan tersebut baik bagi perusahaan agar tidak mengganggu kinerja.