Topik hilirisasi Indonesia tengah menjadi perbincangan hangat dan perdebatan di antara kandidat pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengatakan hilirisasi di Indonesia lebih tepat disebut smelterisasi.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar sepakat bahwa hilirisasi yang dijalankan di Indonesia masih sebatas pengolahan di smelter untuk pengolahan dan pemurnian komoditas, sehingga belum memiliki nilai tambah yang besar.
“Hilirisasi idealnya sampai pada industri turunannya dalam bentuk produk jadi, sehingga tidak hanya sampai pada pengolahan dan pemurnian, namun sampai pada industri turunannya,” kata Bisman kepada Katadata.co.id pada Jumat (26/1).
Bisman menjelaskan, karena belum bisa menghasilkan produk jadi maka program hilirisasi ini belum bisa memberikan efek di berbagai aspek kehidupan masyarakat.
“Nilai tambah ekonomi masih sangat kecil dan belum tercipta multiplier effect yang optimal, termasuk belum mampu menumbuhkan ekonomi kawasan tersebut dengan maksimal,” ujarnya.
Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang melakukan hilirisasi, negara-negara lain di dunia juga melakukan program serupa. Namun dalam hal ini, Bisman menyebut negara-negara seperti Cina, Rusia, Australia, dan Kanada yang menurutnya sukses dalam melakukan hilirisasi.
“Mereka punya bahan mentah, punya smelter pengolahan dan punya industri hilir sampai produk barang jadi. Mereka memang mampu memberikan dampak positif yang signifikan pada ekonomi negara maupun masyarakat,” ucapnya.
Bisman menyebut, sementara ini hilirisasi yang dijalankan Indonesia saat ini masih padat modal belum sampai tahap padat karya. “Karena smelter yang ada masih sangat banyak mempekerjakan tenaga kerja asing, sedangkan lokal masih belum maksimal,” kata dia.
Melihat hilirisasi yang belum maksimal, Bisman menyampaikan terdapat beberapa hal yang perlu pemerintah ambil, seperti adanya peta jalan atau roadmap.
“Harus ada roadmap hilirisasi secara komprehensif dari hulu ke hilir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Dalam jangka pendek evaluasi kebijakan hilirisasi minimal untuk komoditas nikel dan tembaga,” ujar dia.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan hilirisasi yang dilakukan pemerintah, khususnya dalam sektor mineral dan pertambangan ini diharapkan dapat menggerakan industri manufaktur dalam negeri.
“Misalnya seperti industri tv, radio, handphone, dan lain-lain kan komponen mineralnya banyak. Harapannya hilirisasi itu bisa dimanfaatkan industri tersebut untuk memperbanyak nilai tambah ekonomi,” kata Komaidi dihubungi secara terpisah.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Hotasi Nababan mengatakan, salah satu mesin yang diandalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah hilirisasi.
Untuk nikel, kata dia, proses hilirisasi untuk menjadi baterai masih sangat panjang. “Apa yang ada sekarang itu bukan hilirisasi menurut kami, masih smelterisasi,” katanya dalam acara diskusi Katadata Forum 'Dilema Hilirisasi Tambang: Dibatasi atau Diperluas?' di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Ia pun mengibaratkan, apa yang terjadi sekarang seperti memasak rendang. Saat ini, kata dia, masih dalam tahap merebus daging. “Smelter itu masih tahap pertama merebus dagingnya, belum meracik bumbu yang rumit, belum memasak yang rumit,” katanya.
Menurutnya, perlu inovasi dan riset. Kemudian, perlu memaksa investor membagikan teknologinya agar bisa mencapai baterai. “Kita perlu kerja keras untuk inovasi, riset agak memaksa investor membagi teknologinya supaya sampai kita ke kanan,” ujarnya.