Presiden Joko Widodo menunjuk Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang di pengujung pemerintahannya yang hanya tersisa kurang dari delapan bulan. Kementerian ATR masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam memberantas mafia tanah.
Hal ini juga menjadi wejangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Hadi Tjahjanto yang sebelumnya menjadi Menteri ATR saat melakukan serah terima jabatan kepada AHY. "Tetap gebuk mafia tanah, tidak usah takut. Program sertifikasi dan pendaftaran tanah itu kunci meredam mafia tanah," kata Hadi di Kementerian ATR, Rabu (21/2).
Center of Economic and Law Studies atau Celios menilai, pergantian Menteri Agraria dan Tata Ruang dengan mengangkat AHY sebenarnya kontraproduktif terhadap target kinerja kementerian tersebut. AHY hanya memiliki sisa waktu yang sempit untuk menyelesaikan pekerjaan rumah Kementerian ATR.
Salah satu PR besar Kementerian ATR adalah untuk mencapai target Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL. PTSL merupakan program untuk memberi jaminan kepastian hukum dan hak atas tanah milik masyarakat secara gratis. Program sertifikasi ini berlangsung sejak 2018 hingga 2025.
Pemerintah menargetkan penerbitan 120 juta bidang PTSL pada tahun ini dan 126 juta bidang PTSL pada 2025. Total PTSL yang telah diterbitkan hingga akhir 2023 mencapai 110 juta bidang tanah.
Fikri menilai pergantian Menteri ATR menjadi AHY dapat mempengaruhi pendekatan politik dan hukum dalam capaian target tersebut. Selain itu, Fikri mencatat pemerintah belum pernah menerbitkan bidang tanah PTSL lebih dari 10 juta bidang sejak 2018.
"Penerbitan tertinggi itu sekitar enam juta bidang tanah PTSL dalam setahun. Ini mau dicapai 120 juta tahun ini, mustahil banget," katanya.
Strategi AHY
AHY telah mengumumkan tiga pendekatan yang akan digunakan dalam memberantas mafia tanah. Strategi tersebut adalah penegakan hukum dan aturan, konsistensi regulasi pemerintah pusat dan daerah, dan menghadirkan Kementerian ATR yang humanis.
"Saya ingin menghadirkan Kementerian ATR yang humanis dalam pendekatan penyelesaian mafia tanah, yang benar-benar menyentuh masyarakat," kata Agus di kantornya, Rabu (21/2).
Fikri mengkritik strategi AHY. Ia menilai AHY belum memahami konstruksi hukum dan kinerja Kementerian ATR.
"Kesannya baik, tapi justru memiliki implikasi yang cukup memprihatinkan. Kalau seorang pejabat tertinggi di Kementerian ATR berbicara seperti itu, mafia hukum bisa melakukan pendekatan lebih ke pemerintah," kata dia.
Fikri menjelaskan persoalan mendasar dari praktek mafia tanah di dalam negeri adalah penanganan hukum. Selain itu, Fikri menduga salah satu mafia tanah ada di tubuh Kementerian ATR. "Tapi hal tersebut tidak pernah mau disampaikan ke publik," ujarnya.