Wajib Halal Oktober, Mendag: Tak Ada Penundaan

Antara
Ilustrasi. Logo baru halal yang diluncurkan Kementerian Agama.
Penulis: Dini Pramita
4/5/2024, 15.00 WIB

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah tidak akan mundur dari jadwal untuk memberlakukan kebijakan wajib halal Oktober 2024. Kebijakan tersebut mewajibkan pelaku usaha untuk mengantongi sertifikat halal paling lambat 17 Oktober 2024. "Wajib dilaksanakan dan tidak boleh ditunda," kata dia, dikutip dari Antara, Sabtu (4/5/2024).

Zulkifli menyampaikan hal itu menanggapi usulan dari Menteri Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia Teten Masduki untuk menunda penerapan sertifikasi halal. Relaksasi berupa penundaan kewajiban mereka (pelaku UMKM) untuk sertifikasi halal, karena kalau nggak nanti mereka tersangkut masalah hukum," kata Teten awal Maret 2024.

Saat itu, menurut Teten, meskipun kementeriannya sudah mendorong secara optimal agar seluruh produk UMKM dapat tersertifikasi halal pada 2024, target 100% tak akan tercapai. "Oleh karena itu saya mengusulkan adanya percepatan, yakni UMKM yang bisa dikategorikan jalur hijau, misalnya produk dan bahan bakunya itu sudah halal sehingga pelaku UMKM tersebut bisa melakukan self declare," kata dia.

Dengan adanya self declare, kata dia, para pelaku UMKM dapat segera memenuhi target sertifikasi halal tanpa harus melalui prosedur panjang. Terlebih, menurut dia, para pelaku UMKM kecil paling banyak bergerak di sektor kuliner, sehingga jangan dipersulit.

Sementara itu, menurut Zulkifli, penerapan sertifikasi halal harus segera dilaksanakan untuk kenyamanan konsumen Indonesia. "Kalau enggak siap, kapan siapnya? Nanti setahun lagi enggak siap, 10 tahun enggak siap, 100 tahun lagi enggak siap. Ini harus dilatih," kata dia.

Ia mengatakan kebijakan sertifikasi halal semata untuk melindungi konsumen yang berhak mendapatkan produk aman, sehat, higienis dan terjamin kehalalannya. Menurut dia, sertifikat halal merupakan bukti bahwa produk tersebut telah memenuhi seluruh kriteria tersebut.

Peluang Nilai Tambah Produk

Kementerian Agama (Kemenag) RI melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengatakan kewajiban bersertifikat halal dapat menaikkan nilai tambah produk dan pelaku usahanya.

Menurut Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, saat ini halal bukan lagi sebatas isu agama. "Bagi pelaku usaha, halal kemudian bertumbuh menjadi sebuah nilai, sebuah budaya, bahkan sebagian besar perusahaan-perusahaan menganggap halal itu sebuah reputasi dari korporasinya, branding image untuk meningkatkan perluasan pasar, menghasilkan pendapatan dan seterusnya, sehingga ini penting," kata dia dikutip dari Antara.

Ia berharap para pelaku usaha, terlebih UMKM, tidak menganggap sertifikasi halal sebagai penghambat usaha, melainkan untuk meningkatkan nilai tambah dari produk yang dibuat. Terlebih, kata dia, arus perdagangan global atas produk yang bersertifikat halal semakin tumbuh.

Ia mengatakan banyak perusahaan multinasional yang mengantre untuk mendapatkan sertifikasi halal supaya dapat diakui dan dipasarkan produknya di Indonesia. "Karena Indonesia adalah pasar muslim yang besar," kata dia.

Apabila produk impor yang telah mendapatkan sertifikasi halal membanjiri Indonesia, ia khawatir industri lokal yang belum memiliki sertifikasi halal, terutama UMKM, akan kalah bersaing di negeri sendiri. "Saat ini sudah ada 41 negara yang mau kerja sama dengan BPJPH agar produk-produk halal, sertifikat halal di sana diakui untuk masuk ke Indonesia ada Oktober 2024 ini. Mereka berasal dari China, Jepang, Korea, India, Pakistan, Amerika, Brazil, Eropa, dan masih banyak lagi," kata Aqil.

Kewajiban sertifikasi halal diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sebagaimana diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal itu diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Reporter: Antara