Asosiasi Pengusaha Indonesia menyatakan tabungan perumahan rakyat atau Tapera merupakan pengulangan dari layanan yang disediakan BPJS Ketenagakerjaan. Program yang dimaksud adalah manfaat layanan tambahan untuk peserta jaminan hari tua BPJS Ketenagakerjaan.
Sebesar 30% dana dalam program JHT bisa dimanfaatkan untuk membantu pemilikan rumah. "Jumlahnya sudah besar, hampir Rp 136 triliun. Menurut kami, buat apa ada iuran tambahan kalau sudah ada ini," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani di kantornya, Jakarta, Jumat (31/5).
Karena itu, Apindo berpendapat mengikuti program Tapera akan memberatkan pemberi kerja dan pekerja lantaran sifatnya yang wajib. Shinta mendorong agar pihak swasta tidak wajib menaati aturan tersebut dan pemerintah mencabut klausul iuran wajib.
"Kami bersama serikat buruh menilai perlu ada perimbangan untuk merevisi peraturan pemerintah maupun undang-undang terkait Tapera," ujarnya.
Berdasarkan paparan BPJS Ketenagakerjaan, ada tiga skema pendanaan dalam program MLT, yakni Pinjaman Uang Muka Perumahan dengan pagu Rp 150 juta, Pinjaman Renovasi Perumahan dengan pagu Rp 200 juta, dan Kredit Pemilikan Rumah dengan pagu Rp 500 juta.
Ketua Komite Pengupahan Apindo Shubhan mencatat program MLT bagi peserta JHT BPJS Ketenagakerjaan sudah berjalan sejak 2017. Alhasil, sekitar 4.512 peserta JHT sudah memanfaatkan anggaran senilai Rp 1,2 triliun. Dengan kata lain, penggunaan dana program MLT belum mencapai 1% dari dana yang bisa dimanfaatkan.
Shubhan menyarankan agar Tapera diterapkan untuk aparatur sipil negara saja. Pihak swasta dapat memanfaatkan program MLT dalam rangka pemilikan rumah.
"Program LMT ini diharapkan bisa terus dimanfaatkan, sehingga harapannya ke depan pekerja swasta bisa memanfaatkan LMT untuk memiliki perumahan," katanya.
Sebagai informasi, ada tiga skema pendanaan dalam program MLT, yakni pinjaman uang muka perumahan dengan pagu Rp 150 juta, pinjaman renovasi perumahan dengan pagu Rp 200 juta, dan kredit pemilikan rumah dengan pagu Rp 500 juta.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyoroti tantangan hunian pada masa mendatang seiring dengan pertumbuhan penduduk di perkotaan yang diprediksi akan terus meningkat.
Erick mengatakan Indonesia saat ini mengalami backlog atau kekurangan perumahan 12,7 juta rumah. Sementara pembangunan unit rumah yang dilakukan saat ini hanya 600 ribu unit.
Sebanyak 52% penduduk Indonesia saat ini tinggal di perkotaan. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda, seperti Gen Z, untuk mendapatkan rumah.