Pemerintah mendorong masyarakat yang memanfaatkan pembiayaan tabungan perumahan rakyat atau Tapera untuk tinggal di rumah susun alias rusun. Dengan begitu, lokasinya bisa tetap berada di sekitar perkotaan atau dekat dengan tempat bekerja.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan lokasi rumah dalam pembiayaan Tapera akan sesuai dengan kebutuhan. "Kalau melihat perkembangan hari ini, urbanisasi sangat tinggi. Tentu kami ingin masyarakat bisa bertempat tinggal dalam waktu tempuh yang terjangkau, katakan satu jam dari tempat kerja," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/6).
Herry mengakui, harga rumah susun lebih tinggi hingga dua kali lipat dari rumah tapak. Namun, tenor kredit pemilikan rumah atau KPR untuk rusun dapat mencapai 35 tahun, sedangkan rumah tapak hanya 20 tahun. "Kami mendorong masyarakat menggunakan KPR untuk rumah vertikal," ucap Herry.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan plafon kredit pemilikan rumah (KPR) yang ditawarkan Tapera adalah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Angka KPR itu, yaitu maksimal Rp 176 juta di Pulau jawa dan maksimal Rp 220 juta di Papua. "Kami akan terus kembangkan skema pembiayaan Tapera ke depan," kata Heru.
Ia menyebut keberadaan rumah susun menjadi penting lantaran pihak yang membutuhkan rumah berada di daerah perkotaan. Apalagi angka kebutuhan atau backlog perumahan pada akhir 2023 pun masih tinggi, yaitu 9,97 juta unit rumah.
Tapera didesain untuk menyelesaikan masalah backlog perumahan nasional melalui KPR dengan bunga yang terjangkau. Hal ini berdasarkan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan juga Undang-Undang nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.