Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengaku menyesali kebijakan Program Tabungan Perumahan Rakyat yang memicu kemarahan masyarakat. Basuki membuka peluang mundurnya implementasi kewajiban pembayaran iuran Tapera dari yang telah ditetapkan pada 2027 jika ada usulan dari DPR.
"Jadi usaha pemerintah dengan kemarahan masyarakat ini, saya pikir saya menyesal betul. Saya agak ngelegowo atau bingung lah," kata Basuki di Gedung DPR, Kamis (6/6).
Basuki mengaku pelung dana yang dapat dihimpun melalui program Tapera tak sebanding dengan kemarahan masyarakat. Ia memproyeksi, program Tapera dapat menghimpun dana hingga Rp 50 triliun dalam kurun waktu 10 tahun. Angka tersebut masih lebih kecil dari dana yang digelontorkan melalui program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan pada 2010-2024 senilai Rp 105 triliun.
Oleh karena itu, Basuki membuka peluang implementasi kewajiban iuran Tapera berpotensi mundur dari jadwal yang telah ditetapkan saat ini pada 2027. Ia bahkan mengaku sudah sepakat dengan Menteri Keuangan Sri untuk mengundur implementasinya jika memang ada usulan dari DPR.
Basuki menekankan usulan dari DPR penting lantaran program Tapera diatur melalui Undang-Undang No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Namun, ia menekankan implementasi Tapera harus tergantung dari kesiapan masyarakat, khususnya pihak yang sudah memiliki rumah.
Menurut dia, implementasi program Tapera yang diatur saat ini sebenarnya diundur dari jadwal seharusnya. Pasalnya, menurut dia, UU Tapera telah terbit pada 2016, sedangkan implementasinya menjadi pada 2027.
Menurutnya, diundurnya implementasi program Tapera merupakan strategi untuk memupuk kepercayaan masyarakat kepada program tersebut. "Menurut saya pribadi, kalau memang masyarakat belum siap, kenapa harus tergesa-gesa?" ujarnya.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Pembiayaan Herry Trisaputra Zuna menjelaskan, tapera didesain untuk menyelesaikan masalah backlog perumahan nasional melalui Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dengan bunga yang terjangkau.
Hal ini berdasarkan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan juga Undang-Undang nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
"Badan Pengelola (BP) Tapera menjadi institusi yang didesain untuk menyelesaikan masalah perumahan ini, di mana cara kerjanya melalui skema tabungan dari anggotanya, kemudian oleh BP Tapera akan dipupuk sehingga nilainya besar," ujar Herry di Jakarta, Jumat (31/5).
Herry mengungkapkan bahwa terdapat 9,9 juta backlog kepemilikan atau masyarakat yang belum memiliki rumah. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 terdapat lagi 26 juta orang yang rumahnya tidak layak huni.
"Jadi kalau kita hitung totalnya ada sekitar 36 juta orang yang harus kita selesaikan, sehingga besarnya jumlah unit yang harus diselesaikan. Tentu bagi yang belum punya rumah, maka solusinya dia bisa mengambil KPR Tapera atau Kredit Bangun Rumah (KBR) Tapera," kata Herry.