Penjualan Mobil Jeblok pada Semester I, Daya Beli Masyarakat Lesu?
Angka penjualan mobil anjlok hingga 19% pada semester pertama tahun ini menjadi 408.012 unit. Penurunan penjualan terjadi pada jenis mobil low cost green car (LCGC) maupun non-LCGC.
Berdasarkan data yang dirilis PT Astra International Tbk, penjualan mobil pada Juni sebenarnya masih naik tipis dari 71.306 unit pada Mei menjadi 72.936. Namun, angka penjualan tersebut turun dibandingkan Juni 2023.
Penjualan pada bulan-bulan sebelumnya juga turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan penjualan terdalam terjadi pada Maret 2024 mencapai 26% menjadi 74.723 unit, sedangkan penjualan terendah tercatat pada April 2024 sebesar 48.702 unit.
Penurunan penjualan sepanjang semester pertama tahun ini terjadi pada mobil LCGC dan non-LCGC. Namun, penjualan mobil non-LCGC turun lebih kecil dibandingkan penjualan mobil secara keseluruhan yakni sebesar 13% menjadi 89.643 unit.
Penjualan mobil di bawah bendera Grup Astra turut lesu pada enam bulan pertama tahun ini. Mobil yang terjual turun sebesar 16,5% menjadi 231.792 unit. Penurunan penjualan, juga terjadi pada mobil LCGC sebesar 13% menjadi 67.173 unit.
Meski demikian, pangsa pasar Astra secara keseluruhan naik tipis dari 56% pada akhir tahun lalu menjadi 57% per Juni 2024, sedangkan pangsa pasar Astra di segmen mobil LCGC naik dari 74% menjadi 75%.
Penyebab Penjualan Mobil Baru Anjlok
Hasil riset LPEM UI menunjukkan, lesunya pasar mobil baru saat ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu kenaikan harga mobil serta kondisi pendapatan per kapita.
"Jadi, temuannya sudah jelas. Pendapatan per kapitanya tidak naik cukup besar, hanya 3% naik dalam 10 tahun terakhir, dan harga mobil naiknya juga di atas inflasi, 5-6%. Inflasi kita kan sekarang 4%," kata peneliti senior dari LPEM FEB UI Riyanto di Jakarta, Selasa (9/7) malam.
Riyanto menjelaskan, penjualan mobil berkaitan erat dengan faktor ekonomi seperti harga mobil, suku bunga kredit, kurs, harga bahan bakar, dan ketersediaan stok mobil. Namun, faktor yang berpengaruh paling signifikan terhadap penjualan mobil adalah harga mobil dan pendapatan per kapita.
Menurut hasil riset yang dilakukan oleh LPEM FEB UI bekerja sama dengan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), pendapatan per kapita hanya naik rata-rata 3,65% per tahun dari 2013 hingga 2022. Pertumbuhan penjualan mobil selama kurun itu menurun rata-rata 1,64% per tahun.
Sebagai perbandingan, selama periode 2000 hingga 2013 pendapatan per kapita naik rata-rata 28,26% per tahun dan penjualan mobil meningkat 21,23% per tahun.
Peningkatan penjualan mobil bekas, terutama di Jawa, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan penjualan mobil baru. Pada 2022, sekitar 65% pembeli mobil di Jawa memilih mobil bekas, antara lain karena beda harga yang semakin lebar antara mobil baru dan mobil bekas.
Ia menjelaskan, mobil bekas menjadi pilihan bagi yang menginginkan kendaraan dengan harga terjangkau, terutama ketika harga mobil baru semakin tinggi dan pendapatan per kapita kenaikannya tidak sebanding.
"Pilihannya itu mungkin karena pendapatannya tidak naik tinggi, harga mobil barunya juga cukup besar naiknya, pilihannya akhirnya mobil bekas," kata Riyanto.