Indef Ungkap Indikasi Banjir Pakaian Impor Ilegal Tak Hanya dari Cina

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/YU
Ilustrasi. Data Tradepmap.org 2024 yang menunjukkan perbedaan transaksi perdagangan Indonesia dan Cina pada barang kode HS 6109 yang merupakan kelompok pakaian jadi.
Penulis: Rahayu Subekti
Editor: Agustiyanti
8/8/2024, 16.21 WIB

Kinerja industri tekstil masih terpuruk meski ekonomi sudah mulai pulih dari pandemi Covid-19.  Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat, terdapat indikasi banjir impor pakaian ilegal tak hanya dari Cina tetapi juga Malaysia dan Thailand di balik lesunya industri.

Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus menyebut, indikasi tersebut terlihat dari perbedaan data ekspor dari Cina dan data impor yang dicatat oleh Indonesia. “Impor Indonesia dari Cina kalau mencatatnya dari yang masuk itu ternyata jauh lebih sedikit daripada yang dicatat langsung oleh Cina,” kata Heri dalam diskusi Indef, Kamis (8/8). 

Dia memaparkan data Tradepmap.org 2024 yang menunjukkan perbedaan transaksi perdagangan Indonesia dan Cina pada barang kode HS 6109 yang merupakan kelompok pakaian jadi. Pada data yang dicatat Cina, produk pakaian jadi yang dikirimkan ke  Indonesia sebesar US$ 39 juta.

Kode HS Code 6109 merupakan kelompok pakain jadi untuk t-shirt, singlet dan kaus kutang lainnya, rajutan atau kaitan. Saat sudah masuk ke Indonesia yang tercatat resmi hanya sebesar 19,9 juta dolar AS. 

Nah ini sisanya ke mana? Apakah kecemplung di laut atau hilang atau masuk lewat mana? Ini yang jadi pertanyaan kok jauh sekali selisihnya, dua kali lipat lebih,” ujar Heri. 

Berdasarkan data tersebut, Heri menuturkan data yang dicatat dari Cina ke Indonesia lebih besar dibandingkan yang dicatat masuk dari Cina ke Indonedia. Hal tersebut yang menurutnya terdapat indikasi adanya impor ilegal. 

“Namun tentu ini pintu masuknya lewat mana? Kok yang dicatat segini tapi yang tercatat resmi hanya separuhnya,” kata Heri. 

Heri menambahkan, data seperti itu tidak hanya dari Cina saja. Dia mengungkapkan indikasi yang sama juga terjadi untuk impor pakaian jadi dari Malaysia dan Thailand yang juga terdapat selisih pencatatan. 

“Itu berkaitan impor ilegal yang juga harus diseriusi. Kan juga sudah ada pembentukan satgas impor. Harus diupgrade lagi dari segi regulasinya dan ranah stakeholdersnya diperluas lagi,” ujar Heri. 

Kementerian Perindustrian  sebelumnya menginginkan Satuan Tugas atau Satgas Impor Ilegal atau Satgas Pengawasan Terhadap Barang Tertentu dapat diperkuat. Khususnya dalam pengawasan jalur masuk produk buatan luar negeri di pelabuhan. 

“Kami berharap kerja-kerja satgas melakukan pemusnahan, sidak yang ditujukan ke yang besar-besar, yang importir, terutama di pemeriksaan di pelabuhan dan kemudian berdampak terhadap kinerja industri manufaktur," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (7/8). 

Febri mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan untuk melindungi industri manufaktur dalam negeri. Sebab saat ini industri manufaktur tengah berkontraksi akibat masifnya produk impor yang masuk ke pasar domestik.

Tak hanya itu, Febri menyebut masih banyak potensi barang ilegal yang bisa ditemukan oleh satgas. Hal itu disebabkan selisih cukup besar terkait data impor yang ada di dalam negeri dengan di luar negeri.

"Barang-barang ilegal yang ada jauh lebih banyak daripada yang berhasil dimusnahkan sampai saat ini," ujar Febri.

Satgas Impor Ilegal atau Satgas Pengawasan Terhadap Barang Tertentu beranggotakan 11 kementerian dan lembaga yaitu Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Selain itu terdapat Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI AL, dinas provinsi kabupaten/kota yang membidangi perdagangan, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

Reporter: Rahayu Subekti