Bea Masuk Anti Dumping Keramik Tunggu Restu Sri Mulyani, Ini Usulan Final Mendag

ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/rwa.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menunjukkan produk keramik dan tableware ilegal saat Ekspose Barang Hasil Pengawasan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (20/6/2024). Kemendag akan memusnahkan sebanyak 4.565.598 biji produk keramik dan tableware senilai Rp79.897.965.000 asal China karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) SNI.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
14/8/2024, 15.52 WIB

Kementerian Perdagangan menyebut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sudah mengirimkan surat rekomendasi besaran bea masuk anti dumping atau BMAD keramik impor  kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam rekomendasi tersebut, Mendag mengusulkan BMAD sebesar 45% hingga 50%,  jauh lebih rendah dari rekomendasi Komisi Anti Dumping Indonesia maksimum 199,8%.  

Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasna mengatakan, rekomendasi BMAD pada keramik impor telah mempertimbangkan semua aspek, mulai dari konsumen hilir keramik hingga inflasi akibat tambahan bea masuk tersebut. 

penambahan bea masuk pada keramik impor saat ini dapat berdampak pada pelaku toko bangunan hingga biaya konstruksi rumah. Kasan menyampaikan pihaknya tidak hanya memikirkan industri keramik nasional saat menentukan rekomendasi BMAD keramik impor.

"Pemerintah yang diwakili Menteri Perdagangan mempertimbangkan hal lain selain industri keramik, seperti toko bangunan, industri properti, sampai dampak ke inflasi nasional," kata Kasan di Hotel Borobudur, Rabu (14/8).

Kasan mengaku tidak bisa mengumumkan rekomendasi besaran BMAD keramik impor secara merinci. Menurutnya, Menteri Perdagangan telah menyurati Menteri Keuangan terkait besaran BMAD tersebut.

BMAD keramik impor saat ini hanya menunggu Kementerian Keuangan untuk menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang BMAD keramik impor. Pemerintah sebelumnya telah mengenakan bea masuk tindakan perlindungan (BMTP) terhadap keramik asal Cina, Vietnam, dan Thailand hingga November 2024.

BMTP keramik Tiongkok diterbitkan pada September 2018 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2018. Dengan kata lain, keramik asal Negeri Panda telah dikenakan bea masuk tambahan selama enam tahun terakhir.

Walau demikian pengenaan bea masuk itu tak mampu membendung banjir produk Cina. Dampaknya, satu pabrik keramik dalam negeri akhirnya gulung tikar. Sebanyak 3.000 tenaga kerja di industri keramik terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam 1,5 tahun terakhir.

Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Danang Prastal Danial sebelumnya mencatat, keramik impor dari Cina telah mengikis utilisasi industri keramik nasional menjadi 60% pada saat ini. "Hasil produksi keramik dari peningkatan utilisasi industri keramik lokal lumayan besar, tapi mereka tidak bisa melakukannya karena harga keramik lokal kalah dengan keramik impor," katanya.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia Edy Suyanto mendorong pemerintah menerapkan bea masuk anti-dumping atau BMAD terhadap keramik impor dari Cina hingga 200%. Produk dari Negeri Panda tersebut terbukti melakukan praktik dumping.

Bukti itu tercantum dalam surat hasil penyelidikan KADI beberapa waktu lalu. Dalam surat yang diterima Asaki tertulis, produk keramik Cina melakukan dumping antara 100,12% sampai 199,88% dari harga normal.

Dengan kata lain, harga keramik impor dari Tiongkok lebih murah hingga dua kali lipat dari harga sebenarnya. Praktik curang ini telah menggerus industri keramik nasional hingga menyebabkan penurunan kapasitas produksi dan laba.  

Asaki mendata utilisasi industri keramik pada paruh pertama tahun ini hanya 63%. Angka tersebut lebih rendah dari capaian Januari hingga Juni 2023 sebesar 69%.

"Kami tidak anti dan tidak melarang impor keramik dari Cina tapi kami melawan praktik unfair trade, yakni tindakan dumping yang disertai predatory pricing," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto dalam keterangan resmi pada 4 Juli lalu.


Reporter: Andi M. Arief