Bulog Masih Buka Peluang Investasi di Kamboja Meski Ada Tiga Hal Negatif
Perum Bulog mengungkap, hasil analsisi rencana investasi di Kamboja cenderung negatif. Namun, BUMN tersebut masih mempertimbangkan kemungkinan investasi di Negara Angkor Wat tersebut
Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, ada tiga sisi negatif jika Bulog membuka cabang di Kamboja. Oleh karena itu, Bayu mengaku belum menemukan nilai investasi yang cocok jika Bulog harus membuka arus pasokan beras di sana.
"Kami sudah melakukan pengkajian insentif dan membahas rencana ini dengan berbagai pihak di dunia usaha perberasan, baik di Kamboja maupun negara-negara sekitar kamboja," kata Bayu di kantornya, Jumat (30/8).
Ia mengatakan, pertimbangan negatif pertama adalah volume produksi Kamboja yang kecil dibandingkan dengan negara tetangganya, seperti Vietnam dan Thailand. Ia memberikan sinyal bahwa produksi beras di Kamboja tidak memenuhi syarat skala ekonomi Bulog.
Organisasi Makanan dan Pertanian atau FAO mendata produksi beras di Kamboja pada tahun lalu hanya 12,86 juta ton. Sebanyak 2,29 juta ton atau 17,83% dari total produksi Kamboja disalurkan ke pasar ekspor.
FAO meramalkan produksi beras di Kamboja naik 1,8% secara tahunan menjadi 13,09 juta ton tahun ini. Alhasil, proyeksi volume beras yang diekspor dari Kamboja naik 9% dari capaian tahun lalu menjadi 2,5 juta ton.
Pertimbangan negatif kedua adalah minimnya infrastruktur penunjang di Kamboja. Bayu menjelaskan infrastruktur yang dimaksud adalah pelabuhan, jalan, dan listrik.
Ia mengatakan ketersediaan infrastruktur tersebut minim baik di dalam maupun luar wilayah sawah. "Infrastruktur dasar itu adalah hal-hal yang sangat penting bagi bisnis padi," ujarnya.
Hal negatif ketiga adalah Kamboja telah memiliki hubungan dagang yang erat dengan negara tetangganya. Bayu menganalisis kondisi tersebut berpotensi membuat Bulog bersaing dengan negara-sekitar Kamboja untuk mendapatkan beras Kamboja.
Kamboja berbatasan dengan beberapa negara, yakni Thailand, Laos, dan Vietnam. Bayu mengaku harus mengukur lebih jauh dampak dari investasi Bulog di Kamboja dengan negara-negara tetangga Kamboja.
"Dari sisi ketersediaan pasokan, kinerja produksi beras Vietnam sangat penting bagi Indonesia. Ini catatan yang harus diperhatikan," katanya.
Badan Pusat Statistik mendata, Vietnam dan Thailand menjadi negara pemasok beras utama ke dalam negeri sejak 2020. Kontribusi pengiriman beras dari kedua negara tersebut pada 2017-2023 mencapai 65,83%. Kontribusi beras impor yang dikirimkan dari Vietnam pada tahun lalu mencapai 37,47% atau 1,14 juta ton. Sementara itu, beras yang dikirim dari Thailand mencapai 1,38 juta ton atau 45,12% dari total impor 2023.
Walau demikian, Bayu mengaku masih mempertimbangkan kemungkinan investasi di Kamboja. Ini karena konsumen lokal cenderung menyukai beras asal Kamboja.
Di samping itu, Bayu menilai potensi peningkatan produktivitas di Kamboja masih tinggi. Kementerian Pertanian Amerika Serikat mendata, total area sawah di Negeri Angkor Wat hanya 3.37 juta hektar dengan produktivitas sekitar 3,2 ton per hektare.
"Jadi, kami masih akan terus mencoba melihat kemungkinan menjajaki investasi di Kamboja," ujarnya.