Perum Bulog berencana mengoptimalisasi program Rumah Pangan Kita atau RPK pada paruh kedua tahun ini. Program tersebut dinilai dapat mengendalikan harga beras nasional selama paceklik produksi beras pada November 2024 sampai Februari 2025.
Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi mencatat, jumlah RPK mencapai 21.384 unit yang tersebar di penjuru negeri. Secara rinci, RPK adalah warung milik masyarakat yang telah bermitra dengan Bulog.
"RPK akan menjadi instrumen operasional agar Bulog bisa menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan," kata Bayu di kantornya, Jumat (30/8).
Bayu mencatat, jumlah RPK kini telah melampaui minimarket di dalam negeri. Mayoritas RPK atau sekitar 7.000 toko berada di Pulau Jawa. Provinsi dengan RPK terbanyak adalah DI Yogyakarta atau lebih dari 3.600 RPK, sedangkan daerah dengan RPK paling sedikit adalah DKI Jakarta dan Banten atau sekitar 100 unit.
Bayu mencatat telah menyalurkan hampir 300.000 ton beras milik Bulog melalui RPK ke masyarakat. Penyaluran terdiri dari beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan sejumlah 253.293 ton, sementara beras komersial Bulog sejumlah 42.675 ton.
Oleh karena itu, Bayu mendata 28,6% omzet RPK berasal dari beras yang disalurkan Bulog atau antara Rp 6 juta sampai Rp 8 juta per bulan. Adapun total omset per RPK adalah RP 10 juta sampai Rp 50 juta per bulan.
Potensi pasar yang bisa digarap Bulog pada seluruh RPK mencapai Rp 11,5 sampai Rp 12 triliun per tahun. Namun Bayu mengakui pertumbuhan RPK masih rendah atau hanya sekitar 3,5% per tahun.
Bayu menilai, peran RPK menjadi penting hingga akhir tahun ini lantaran akan ada paceklik produksi mulai November 2024 sampai Februari 2025. Dengan kata lain, Bayu memproyeksikan potensi kenaikan harga pada kuartal terakhir tahun ini.
Maka dari itu, Bayu berencana melakukan pengawasan intens distribusi beras Bulog ke penjuru negeri hingga akhir tahun. Sebab, pemerintah akan menyalurkan bantuan pangan pada masa paceklik tersebut, tepatnya pada Oktober dan Desember 2024.
Bantuan pangan tersebut akan disalurkan pada 22 juta keluarga penerima manfaat sebesar 10 kilogram. Adapun keluarga penerima manfaat umumnya masyarakat berpendapatan rendah. Sementara itu, Bayu mengatakan beras SPHP akan ditargetkan untuk diserap kelas menengah.
"Kelompok masyarakat berpendapatan rendah paling rendah dengan kenaikkan harga. Jadi, kami akan berusaha membuat beras untuk kelompok tersebut tersedia," ujarnya.