PMI Manufaktur Indonesia Makin Jeblok pada Agustus, Apakah Memicu PHK?
Lembaga pemeringkat, S&P Global mendata, indeks manajer pembelian atau PMI manufaktur Indonesia semakin jeblok pada Agustus 2024 setelah masuk ke level kontraksi pada Juli. Indeks PMI manufaktur Indonesia turun dari 49,3 menjadi 48,9.
PMI Manufaktur di bawah indeks 50 menunjukkan terjadinya kontraksi. Indeks pada Agustus menunjukkan manufaktur Indonesia berada di kondisi terburuk dalam tiga tahun terakhir.
"Penurunan pada sektor manufaktur Indonesia pada Agustus ditandai oleh penurunan tajam pada permintaan baru dan output dalam tiga tahun terakhir, " ujar Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence, seperti dikutip dalam siaran pers, Senin (2/9).
Smith pun mengaku tak heran jika banyak perusahaan yang menanggapi kondisi saat ini dengan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK kartawan. Namun, menurut dia, banyak perusahaan yang percaya kondisi ini hanya berlangsung sementara.
"Di tengah laporan tantangan pengiriman global berkelanjutan, harga input masih naik meski inflasi terus turun perlahan, mencapai posisi terendah dalam sepuluh bulan pada bulan Agustus," kata dia.
S&P Global melaporkan bahwa permintaan pasar turun dibandingkan Juli dan faktor utamanya adalah penurunan permintaan baru. Penurunan permintaan dari luar negeri juga semakin cepat dan menjadi yang paling tajam sejak bulan Januari 2023.
Menurut S&P, selain karena berkurangnya permintaan ekspor secara umum, beberapa panelis melaporkan bahwa tantangan ekspor membebani penjualan. Melemahnya produksi dan permintaan baru juga menyebabkan PHK di pabrik sektor manufaktur Indonesia.
Catatan S&P, jumlah karyawan menurun selama dua bulan berturut-turut, meski hanya sedikit. Selain PHK, dilaporkan bahwa tidak ada penggantian karyawan yang keluar karena penjualan dan produksi menurun.
Perusahaan juga masih mampu menyelesaikan beban kerja dengan baik, terbukti dengan penurunan penumpukan pekerjaan selama tiga bulan berturut-turut.
Perusahaan juga memilih mengurangi aktivitas pembelian mereka pada Agustus, mengutamakan penggunaan inventaris selama memungkinkan. Stok bahan baku turun untuk pertama kalinya dalam satu setengah tahun dan pada tingkat tertinggi sejak bulan Agustus 2021.
Tantangan pengiriman logistik juga dilaporkan sebagai faktor yang membebani kinerja pemasok. Dengan kekurangan stok di pihak vendor, waktu tunggu pesanan rata-rata terus diperpanjang selama dua bulan berjalan dan pada kisaran terbesar sejak bulan Mei 2022.
Hambatan dari segi pasokan membantu menjelaskan alasan harga bahan baku terus naik. Faktor nilai tukar yang tidak menguntungkan menyebabkan kenaikan harga barang impor, inflasi harga input naik meski sempat turun ke posisi terendah sejak bulan Oktober 2023.
Meski demikian, perusahaan manufaktur secara umum tetap percaya diri bahwa produksi akan naik dari posisi saat ini pada tahun depan. Panelis berharap bahwa kondisi ekonomi akan lebih stabil dan mendorong kebaikan produksi dan permintaan baru satu tahun ke depan.