Pengamat: Perubahan Skema Subsidi KRL Berbasis NIK Perlu, Tapi Tunggu Kondusif
Pemerintah berencana mengubah skema subsidi KRL Jabodetabek menjadi berbasis nomor induk kependudukan atau NIK. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, penyesuaian tarif KRL melalui perubahan skema subsidi memang dibutuhkan tetapi harus dilakukan saat kondisi KRL Jabodetabek sudah kondusif.
"Rencana perubahan skema subsidi sebenarnya bagus, tetapi dihembuskan waktunya kurang tepat karena kondisi KRL sangat berdesakan, umpel-umpelan," ujar Djoko kepada Katadata.co.id, Senin (2/9).
PT KAI Commuter, menurut dia, saat ini sedang melakukan rekomposisi rangkaian kereta yang semula terdiri dari 12 gerbong menjadi 8 gerbong. Hal ini membuat layanan KRL menjadi semakin tidak nyaman karena kondisi yang semakin berdesakan.
"Kita sekarang sudah pesan rangkaian kereta dari Cina, mulai Maret datang secara bertahap. Nah, kalau sudah datang seluruhnya, dinikmati dulu, baru dibicarakan untuk penyesuaian," kata dia.
Djoko menilai, penyesuaian memang diperlukan lantaran tarif KRL tak berubah sejak 2016. Kondisi tersebut, menurut dia, menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat di wilayah lainnya.
"UMR sudah naik beberapa kali, tapi tarif KRL tidak berubah. Ini juga tidak bagus. Sementara di daerah, untuk menyebrang jarak dekat saja, harus bayar Rp 15 ribu," ujarnya.
Menurut dia, subsidi KRL Jabodebek memang perlu disesuaikan agar lebih tepat sasaran. Ia menyarankan, terdapat subsidi dasar dan subsidi yang menyasar kelompok tertentu.
"Kami usulkan untuk Sabtu-Minggu itu subsidi dihapus. Jadi tarifnya berbeda. Kalau subsidi dipangkas di akhir pekan dan hari libur, mungkin bisa mengurangi kebutuhan subsidi sepertiga dari keseluruhan," ujarnya.
Usulan lainnya, menurut Djoko, adalah memberikan tarif yang berbeda-beda sesuai dengan profesi atau penghasilan. Ia mencontohkan tarif yang perlu dibayar buruh dengan gaji UMR, harus berbeda dengan karyawan bergaji tinggi. Djoko bahkan mengusulkan agar pengangguran digratiskan.
"Untuk karyawan yang penghasilannya di atas Rp 20 juta, masa membayar KRL dengan tarif seperti sekarang? Kita juga kan perlu berbagi subsidi dengan saudara-saudara kita di wilayah lain," ujarnya.
Rencana perubahan skema subsidi KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK tertuang dalam buku nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025. Perubahan skema subsidi menjadi salah satu rencana perbaikan pengelolaan subsidi kewajiban pelayanan publik atau PSO yang diterima PT Kereta Api Indonesia atau KAI.
KAI dalam RAPBN 2025 mengantongi alokasi subsidi PSO mencapai Rp 4,8 triliun. Subsidi tersebut digunakan untuk perbaikan kualitas layanan kelas ekonomi, antara lain:
- Kereta ekonomi jarak jauh
- Kereta ekonomi jarak sedang
- Kereta ekonomi jarak sedang
- Kereta ekonomi Lebaran
- Kereta Rel Diesel (KRD) ekonomi
- Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek
- KRL Yogyakarta
Penyaluran PSO diiringi dengan permintaan pemerintah kepada KAI untuk melakukan sejumlah perbaikan dalam pengelolaan subsidi, seperti:
- Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek;
- Pelaksanaan penilaian kepuasan pelanggan dengan mekanisme survei indeks kepuasan masyarakat (IKM) pada KA penugasan PSO;
- Mekanisme pengurangan pemberian subsidi pada KA penugasan PSO melalui skema perhitungan pendapatan non tiket
- Melakukan pelaksanaan verifikasi berbasis biaya pada penyelenggaraan KA PSO