Kasus PHK Melonjak Hingga 23,7%, Buruh Tekstil jadi Kelompok Paling Rentan

Fauza Syahputra|Katadata
Pekerja menyelesaikan pembuatan kaos di konveksi Sinergi Adv Nusantara di kawasan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2024).
23/9/2024, 10.49 WIB

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) periode Januari hingga Agustus 2024 mencapai 46.240 orang. Angka ini mengalami peningkatan hingga 23,71% dibandingkan dengan 37.375 kasus PHK pada periode yang sama tahun lalu.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan kasus PHK terbanyak terjadi di sektor manufaktur. Secara lebih spesifik PHK banyak terjadi pada sub sektor industri tekstil, garmen, dan alas kaki.

Adapun provinsi dengan jumlah tenaga kerja ter-PHK paling banyak ada di Jawa Tengah atau lebih dari 20.000 orang pada Januari-Agustus 2024. Disusul oleh DKI Jakarta dengan tenaga kerja ter-PHK lebih dari 7.400 orang. Selisih antara keduanya mencapai sekitar 13.000 orang.

Pemerintah telah menggelar Job Fair Nasional 'Naker Fest 2024' bulan lalu pada 23-25 Agustus 2024. Ida mencatat total lowongan kerja pada pameran tersebut mencapai 178.000, sedangkan total pelamar baru sekitar 93.000 orang.

"Kami akan terus melakukan mitigasi, salah satunya dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Mudah-mudahan dari total PHK dan penciptaan lapangan kerja baru bisa seimbang angkanya," kata Ida di Gedung DPR di gedung DPR beberapa waktu lalu. 

Kemenaker menguraikan situasi PHK di Jawa Tengah umumnya terjadi di sektor tekstil, garmen, dan alas kaki. Sementara itu, di DKI Jakarta, mayoritas PHK berlangsung di sektor jasa, seperti restoran dan kafe.

Beban Berat Industri Padat Karya 

Di sisi lain, Ida Fuaziyah melaporkan telah ada komitmen dari perusahaan lokal dan asing untuk membangun pabrik tekstil baru di Indonesia. Kehadiran pabrik tekstil itu diharap dapat menyerap kembali para pekerja tekstil yang terdampak PHK.

Ida mengatakan, tambahan pengadaan pabrik tekstil itu juga bertujuan untuk menaikkan jumlah produksi komoditas tekstil domestik. Harapannya, harga tekstil lokal bisa bersaing dengan barang tekstil impor.

"Iya ada pabrik baru. Pemerintah mendorong agar teman-teman yang terkena PHK di perusahaan tekstil bisa bekerja kembali di perusahaan tekstil baru," kata Ida di Istana Merdeka Jakarta.

Meski begitu, Ida tidak menjelaskan secara rinci ihwal jumlah pabrik tekstil teranyar yang akan dibangun nantinya. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga tidak menguraikan identitas perusahaan yang telah berkomitmen membangun pabrik tekstil.
"Investasinya macam-macam, ada dari dalam dan luar negeri," ujar Ida.

Selain menambah jumlah produksi tekstil dalam negeri, pemerintah juga berencana untuk memperkuat kebijakan seleksi impor produk tekstil dari luar negeri. Dua langkah itu dipercaya dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor sekaligus memperkuat produk dalam negeri.

"Dengan berbagai kebijakan yang akan dilakukan, kami berharap produk impor bisa dikurangi dan memasifkan produksi dalam negeri," kata Ida.

Gelombang PHK di industri tekstil ini merupakan rangkaian dari permasalahan yang dihadapi industri padat karya tersebut. Industri tekstil belum mampu pulih dari krisis akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan permintaan.

Begitu pula dengan dampak konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan turunnya permintaan di negara-negara pembeli. Pelemahan nilai tukar rupiah juga berperan besar dalam lesunya industri tekstil. 

Kondisi ini membuat ongkos belanja bahan baku menjadi lebih mahal. Belum lagi industri juga mesti bersaing dengan produk impor, terutama dari Cina. Melemahkan ekonomi global saat ini juga berdampak pada kinerja industri berorientasi ekspor kekurangan pesanan. 

Lebih jauh, adopsi penggunaan teknologi di pabrik tekstil yang makin canggih kian menambah penggunaan mesin dan sistem otomatis untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kebutuhan tenaga kerja manual. "Perusahaan tekstil juga membutuhkan penyesuaian dengan kebutuhan teknologi dan perkembangannya," ujar Ida.



Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu