Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia memastikan tidak ada indikasi kerja paksa di industri nikel Indonesia. Laporan Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat atau DOL mengelompokkan Nikel Indonesia dalam daftar barang yang diproduksi melalui kerja paksa.
"Nggak ada dong Saya kan mantan menteri investasi, mana ada sih kerja paksa," ujar Bahlil saat diminta tanggapan terkait tuduhan praktik kerja paksa di industri nikel pada Senin malam (7/10), seperti dikutip dari Antara.
Ia menegaskan bahwa isu kerja paksa di sektor nikel Indonesia tidak pernah terjadi dan tidak berdasar Menurutnya, pemberitaan tentang hal tersebut perlu didasarkan pada fakta, bukan persepsi negatif yang dapat merugikan citra Indonesia di mata dunia.
Ia mengajak media untuk lebih mengutamakan rasa nasionalisme dan kebanggaan terhadap pencapaian bangsa, khususnya dalam sektor hilirisasi nikel yang telah memberikan kontribusi besar. Ia meminta agar berita-berita yang muncul tidak sekadar mengikuti narasi asing. "Jangan persepsi yang negatif bangsa kita, diberitakan," kata Bahlil.
AS melalui Departemen Ketenagakerjaan atau US Department of Labor (US DOL) menuding industri nikel di Indonesia menerapkan sistem kerja paksa. Hal itu menjadi pemberitaan beberapa media di tanah air.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa warga negara asing asal Cina direkrut untuk bekerja di Indonesia. Namun, saat tiba di Indonesia, pekerja justru mendapatkan upah yang lebih rendah dari yang dijanjikan dengan jam kerja yang lebih panjang hingga mendapatkan kekerasan secara verbal dan fisik sebagai hukuman.
Laporan tersebut menyebutkan kerja paksa terjadi pada kawasan industri di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, di mana Cina memiliki kepemilikan mayoritas atas kawasan ini.