Serba-serbi Bahlil Raih Gelar Doktor di UI: Penguji hingga Isi Disertasi

Fauza Syahputra|Katadata
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia kini bergelar doktor.
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Agustiyanti
17/10/2024, 17.43 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mendapatkan gelar akademik doktor di Universitas Indonesia atau UI pada Rabu (16/10). Gelar ini diraih Bahlil setelah menjalani sidang terbuka Promosi Doktor Kajian Stratejik dan Global dengan judul Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.

Bahlil mengatakan, pemilihan topik disertasi terkait hilirisasi dilatar belakangi oleh pekerjaannya dalam lima tahun terakhir sebagai Menteri Investasi. Dalam lima tahun terakhir, Bahlil telah dilantik tiga kali oleh Presiden Joko Widodo.

Pertama, Bahlil dilantik sebagai Kepala Badan Penanaman Modal pada 23 Oktober 2019 hingga 19 Agustus 2024. Kedua, ia diangkat menjadi Menteri Investasi sejak 28 April 2021 sampai 19 Agustus 2024. Ketiga, ia ditetapkan sebagai Menteri ESDM sejak 19 Agustus lalu.

“Tugas saya memang soal hilirisasi. Saya mencoba untuk menguji hilirisasi secara akademik. Apakah yang kami lakukan di negara ini sudah bagus atau belum,” kata Bahlil saat ditemui di UI pada Rabu (16/10).

Jika hilirisasi Indonesia sudah bagus, menurut dia, kinerjanya harus ditingkatkan. Sebaliknya, jika kinerja hilirisasi Indonesia belum bagus, maka harus diperbaiki.

Promotor dan Penguji Bahlil saat Sidang Doktor 

Sidang Terbuka Promosi Doktor ini terselenggara di Gedung Makara Art Center pada Rabu 16 Oktober 2024. Sidang ini dipimpin oleh Ketua Sidang Prof Dr. I Ketut Surajaya, S.S., M.A. dan dihadiri oleh Promotor Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M, serta ko-promotor Dr. Teguh Dartanto, S.E., M.E dan Athor Subroto, Ph.D. 

Untuk mendapatkan gelar doktor ini, Bahlil diuji oleh Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si., Prof. Dr. A. Hanief Saha Ghafur, Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., dan Prof. Dr. Kosuke Mizuno.

Bahlil Lulus S3 Hanya 20 Bulan

Berdasarkan pangkalan data pendidikan tinggi, Bahlil tercatat masuk sebagai mahasiswa S3 pada 13 Februari 2023. Hanya berjarak 20 bulan atau satu tahun delapan bulan, Bahlil mendapatkan gelar doktornya.

"Semua tim penguji memutuskan untuk mengangkat saudara Bahlil Lahadalia menjadi doktor dalam program studi kajian stratejik dan global dengan yudisium cumlaude," kata Ketua Sidang I Ketut Surajaya di Universitas Indonesia, Depok pada Rabu (16/10).

Sekretaris Program Studi Doktor Kajian Stratejik Global SKSG UI, Stanislaus Riyanta mengatakan,Bahlil sebagai mahasiswa telah menempuh rangkaian tahapan ujian sebelum sampai pada tahap Sidang Terbuka Promosi Doktor. Ia telah mengikutiseminar satu yang dilakukan pada 15 Juni 2023, seminar dua pada 26 Oktober 2023, seminar tiga pada 22 Desember 2023, dan Ujian Proposal Riset pada 27 Januari 2024. 

Bahlil kemudian menempuh ujian hasil riset pada 19 Juni 2024, ujian seminar hasil riset I pada 10 Juli 2024,, dan ujian hasil riset 2 pada 27 September 2024.

“Setiap tahapan yang telah dilakukan oleh Bahlil Lahadalia sebagai mahasiswa diuji oleh dosen-dosen yang mempunyai kepakaran sesuai dengan bidang penelitiannya,” kata Stanislaus dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (17/10).

Ia menjelaskan,dosen penguji tidak hanya dari internal SKSG tetapi juga lintas Fakultas di UI, dan melibatkan pula penguji dari luar UI untuk menjamin mutu dan transparansi.

Bahlil Turun ke Lapangan saat Susun Disertasi

Bahlil mengaku turun langsung ke lapangan untuk menganalisa komplikasi regulasi yang dimiliki Indonesia dengan negara lain saat mengerjakan disertasi ini.

“Inikan menyangkut hilirisasi nikel, jadi harus betul-betul detail terkait dampak positif dan negatifnya untuk negara. Kami juga harus melakukan hilirisasi secara berkeadilan dan berkelanjutan dalam aspek lingkungan,” kata Bahlil.

Kiat Bahlil Bagi Waktu antara Pendidikan dan Jadi Menteri

Bahlil bercerita sempat kesulitan membagi waktu untuk menyelesaikan studinya karena dilakukan saat menjabat sebagai menteri di kabinet Presiden Joko Widodo. 

“Memang agak susah, tapi harus saya lakukan. Karena saya sejak mahasiswa S1, sudah konsisten menyangkut waktu sekolah,” kata Bahlil saat ditemui di Universitas Indonesia pada Rabu (16/10).

Meski mengalami sedikit kesulitan, Bahlil menilai, setiap proses hidupnya tidak pernah dijalankan dengan sia-sia. “Harus perjuangan dengan salah satu konsekuensinya harus fokus dan membagi waktu sekalipun sempit,” ujarnya. 

Bahlil meraih gelar sarjana atau S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay, Jayapura. Dilansir dari Antara, Ketua Umum Golkar ini kemudian meraih pendidikan magister atau S2 di Universitas Cendrawasih.

Terkait rencana ke depan, Bahlil mengaku belum mengetahui apakah juga akan mengejar gelar profesor. “Saya tidak tahu, hidup saya tidak pernah punya target. Karena mengalir seperti air. Saya juga tidak pernah bermimpi bisa kuliah di UI, menjadi menteri dan ketua partai seperti sekarang,” katanya.

Isi Disertasi Bahlil

Dalam disertasinya tertulis bahwa latar belakang penelitian ini berangkat dari tantangan pembangunan negara yang kaya  sumber daya alam (SDA) adalah fenomena kutukan sumber daya.

Untuk mengatasi kutukan dan membangkitkan industri nasional, pemerintah menerapkan kebijakan hilirisasi nikel. Hilirisasi ini didorong untuk memperoleh nilai tambah melalui pelarangan ekspor nikel pada awal 2020.

Meski sudah berjalan beberapa, dalam disertasinya Bahlil menyebut hilirisasi nikel terindikasi belum berkeadilan dan berkelanjutan.

Disertasi ini menggunakan teori negara pembangunan sebagai teori utama. Bahlil juga menggunakan metode campuran yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. 

Pendekatan kualitatif berdiri dari wawancara mendalam, diskusi grup, dan studi komparatif. Sementara pendekatan kuantitatif dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan survei proses analisis hirarki.

Hasil penelitian yang dilakukan Bahlil menunjukkan empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan. Empat masalah tersebut adalah 

  1. Ketidakadilan dana transfer daerah
  2. Keterlibatan pengusaha daerah yang minim
  3. Keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi
  4. Belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.  

Bahlil dalam penelitian tersebut juga merekomendasikan empat kebijakan utama dalam mengantisipasi permasalahan tersebut yaitu: 

  1. reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi
  2. penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah
  3. penyediaan pendanaan jangka panjang untuk Perusahaan nasional di sektor hilirisasi
  4. kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang. 

UI menulis, sebagai peneliti Bahlil juga menekankan pentingnya pembentukan Satuan Tugas yang dapat mengorkestrasikan implementasi kebijakan hilirisasi untuk menjadi lebih efektif. 

Lembaga tersebut perlu mendapat mandat dari presiden sehingga berwenang melakukan koordinasi seluruh pihak baik pemerintah maupun pelaku usaha dan mobilisasi sumber daya untuk menyukseskan hilirisasi.

Reporter: Mela Syaharani