Mentan Amran soal Neraca Beras Masih Defisit: Perbaikan Produksi Butuh Waktu
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menilai, produksi beras baru mulai pulih usai dihantam El Nino pada tahun lalu. Hal ini menjadi salah satu penyebab neraca produksi beras masih akan defisit hingga 1,4 juta ton pada akhir tahun ini berdasarkan perkiraan Badan Pusat Statistik.
BPS memprediksi volume produksi beras per Desember 2024 naik 50.000 ton menjadi 1,19 juta ton. Namun, konsumsi beras nasional diperkirakan naik 30.000 ton mencapai 2,59 juta ton.
"Masa perbaikan baru berjalan. Produksi beras tidak bisa tiba-tiba surplus, harus ada tahapan bagaimana neraca produksi beras hasilnya diperbaiki," kata Amran di kantornya, Senin (28/10).
Berdasarkan data BPS, volume produksi beras secara agregat pada 2024 turun 2,44% secara tahunan menjadi 30,34 juta ton. Pada saat yang sama, volume konsumsi naik 1,01% secara tahunan menjadi 30,92 juta ton.
Neraca produksi beras sepanjang tahun ini diperkirakan bakal minus hingga 590.000 ton. Angka tersebut lebih rendah 222,92% dari realisasi neraca produksi pada 2023 sebanyak 480.000 ton.
Amran mengatakan, perbaikan produksi beras baru terjadi mulai Agustus 2024. Ini sesuai dengan ramalan BPS bahwa produksi beras pada Agustus-Desember 2024 naik 14,11% atau 1,41 juta ton secara tahunan menjadi 11,4 juta ton.
Peningkatan produksi paling besar diproyeksi terjadi bulan lalu sebesar 21,03% secara tahunan atau 530.000 ton menjadi 3,05 juta ton. Adapun peningkatan terkecil diprediksi ada pada Desember 2024 sebesar 4,39% secara tahunan atau 50.000 ton menjadi 1,19 juta ton.
Menurut Amran peningkatan produksi selama lima bulan terakhir tahun ini disebabkan program pompanisasi. Program ini memanfaatkan air dangkal atau air di atas tanah dengan pompa ke lahan pertanian.
Amran mengasumsikan rata-rata harga beras per kilogram hasil surplus tersebut senilai Rp 12.000. Dengan demikian, Amran menilai program pompanisasi mendatangkan perekonomian senilai Rp 14,28 triliun dalam bentuk beras lokal.
BPS mendata produksi beras pada Januari-Februari konsisten lebih rendah dari kebutuhan nasional sekitar 2,5 juta ton per bulan sejak 2021. Ia berencana untuk melanjutkan program pompanisasi agar produksi pada Januari-Februari 2025 meningkat.
Amran mendesain agar petani mulai menggunakan benih unggul yang dapat beradaptasi dengan kekeringan pada bulan ini. Menurutnya, hal tersebut penting untuk menghadapi potensi dampak El Nino yang berkelanjutan.
"Harus disorot bahwa refocusing anggaran senilai Rp 1,7 triliun pada tahun ini untuk pompanisasi karena produksi beras naik," ujarnya.